Darinya kulihat gunung Gandang Dewata gagah, berdiri kokoh. Semburan hujan deras, sore 17 Juni 2023 baru mereda.
Sedari pukul 13.00 WIT (Waktu Indonesia Timur) hingga sore, air tumpah sejadi-jadinya. Terpal penutup kursi panjang kayu – tempat kami bermalam dan ngobrol—berhamburan. Kesegaran udara paska hujan menyergap suasana sore. Berangsur awan yang menyelimuti desa di tengah belantara hutan lenyap.
Begitu langit bersih dari awan, muncullah pemandangan segar areal hutan tropis penuh rimbunan pohon. Aliran anak sungai dari kec. Kalumpang, daerah kaki bukit Sandapang, mengalir deras paska hujan.
Saya berdiri di samping cerobong penyulingan minyak dari tanaman lokal, milik tuan rumah yang kusinggahi. Nun jauh di sana kemegahan gunung Gandang Dewata kokoh menantang mata.
Beberapa jam diskusiku berlalu bersama penduduk desa tentang tata kelola sumber kehidupan berkelanjutan. Desa ini sarat cerita. Dari sejarah berdiri, kekayaan alam tak bertepi, keragaman etnis, hingga profil unik penduduk, menyimpan pembelajaran hidup.
Saya tinggal di salah satu kediaman warga. Rumahnya minimalis, dengan satu kamar tidur dan ruang tamu seadanya. Otomatis, saya bersama teman tidur di samping rumah, satu areal dengan cerobong penyulingan minyak dari tanaman lokal. Pengalaman hidup tak terlupakan. Berikut ceritaku.
Rumah Pinggir Jalan Hutan
Tiba-tiba saya ingat penggalan bait lagu “Huma Diatas Bukit” dari God Bless.
“…… Di sana kutemukan bukit yang terbuka
Seribu cemara halus mendesah