Daerah sepanjang pantai utara dikenal “pantura”, terkenal udara panasnya. Itu yang kurasakan siang 22 Oktober 2022, kala menyusuri kab. Indramayu, Jawa Barat, salah satu daerah pantura. Bagai berdiri di panggang bara, keringat mengucur di kening dan kulitku.
Hanya karena janji supir ojol yang hendak menunjukkan lokasi unik, mendorongku menyusuri kota siang itu. Sang supir membawaku ke lokasi “undercover Indramayu”, yaitu pelabuhan bayangan dimana puluhan bahkan ratusan kapal bersandar. Pelabuhan itu berada di sungai kecil namun mampu menampung kapal dalam jumlah besar. Muara sungai-sungai berakhir di laut pantura yang luas.
Balada Kapal-Kapal Bersandar di Sungai Sempit
Kab. Indramayu merupakan daerah dengan garis pantai terpanjang di pulau Jawa. Stok ikan laut tak pernah surut, meski ekonomi nasional lesu saat pandemi COFID-19 menghujam negri. Dermaga mini di sepanjang sungai sempit menghubung ke laut, ramai dengan tranksaksi hasil laut antara nelayan dan pembeli. Di tengah bau amis, saya menyaksikan bagaimana denyut dermaga mini berdetak kencang. Kosumen hasil laut segar – pemiliki restaurant dan masyarakat umum – menawar dan menimbang ikan dari nelayan yang baru mendarat.
Topografi Indramayu mendorong sebagian penduduk menjadi nelayan. Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) kab. Indramayu mencatat 6.074 buah kapal milik nelayan Indramayu (data 2020). Lebih jauh, Diskanla Jawa Barat menyatakan bahwa produksi ikan di tahun 2021 mencapai 526.000 ton. Di tingkat provinsi, produksi perikanan Indramayu menyumbang 34 persen, yang berarti sebagai penyumbang perikanan terbesar seprovinsi (Republika Jabar, 2/8/2022).
Sejarah keahlian nelayan Indramayu melegenda ke seantero negri. Kala laut Natuna sepi nelayan karena dipersengketakan negara tetangga Indonesia, Mentri Kelautan dan Perikanan mengajak nelayan Indramayu mencari ikan hingga ke Natuna. Sayangnya hingga kini, Indramayu belum memiliki pelabuhan besar yang menampung hilir-mudik kapal nelayan.
Ratusan kapal – baik besar dan kecil -- berjejer di sungai-sungai kecil bermuara ke laut. Salah satunya, aliran sungai yang menuju ke pantai “Karangsong”. Ia miniatur pelabuhan (tidak resmi) di sungai sempit bersambung ke pantai utara Jawa. Banyak sungai kecil serupa menjadi tempat bersandar kapal nelayan selepas berlayar dari laut Jawa.
Di kanal pencarian google, Karangsong dikenal sebagai obyek wisata pantai dan hutan mangrove yang menyelimuti areal pantai. Namun jalan menuju kesana diapit sungai berukuran empat meter, yang membelah kampung nelayan menghubung laut Jawa. Sungai kecil itu menjadi tempat bersandarnya puluhan, bahkan ratusan kapal nelayan dengan berbagai ukuran.
Terik siang diiringi angin laut pantura, tak menutupi keterkejutanku dengan pemandangan sepanjang sungai yang saya susuri. Dari atas mobil – kebetulan duduk disamping supir --, saya menyaksikan berbagai ukuran kapal bersandar di sepanjang bibir sungai. Sementara kiri dan kanan sungai adalah jalan raya untuk sarana berlalu lalang kendaraan.