Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tolak Angin, Korban Gusur dan Presiden RI ke-7

8 Maret 2019   09:57 Diperbarui: 8 Maret 2019   18:31 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski masih banyak peserta perempuan yang ingin curhat, waktu membatasinya. Tak terasa, waktu seperti baru pukul 09.30 saat acara mulai. Tiba-tiba Presiden yang asli Solo mengangkat tangannya kepada MC (master of ceremony) seperti memegang kamera. Ternyata, ia ingin berfoto bersama peserta. Sang MC yang penulis dekati saat berjalan keluar berkata bahwa itu merupakan permohonan khusus presiden yang meminta foto bersama.

Beriringan saya berjalan ke depan. Saya ingin menyaksikan langsung meja dan kursi yang diduduki Presiden. Dari jauh, saya melihat sesuatu, pas di depan kursi dan mejanya. Perlahan sambil berjalan beriringan keluar gedung, saya mendekat kursi presiden. Di situ tertera kertas "Presiden RI". Karena penasaran, saya duduki kursi bekas presien. 

"Alahamdulillah. Yang penting rasaian hangatnya bekas tempat duduk Presiden....ha...ha..", ungkapku membatin. Saat yang sama, saya melihat sesuatu di meja Presiden. Ada piring kecil berisi permen dan Tolak Angin. "...oh.. jadi kemana-mana presiden selalu membawa Tolak Angin toh....". 

Jamu kesehatan sasetan produk khas Indonesia. Jamu itu pula yang kini kebanyakan masyarakat Indonesia meminumnya. Betapa, sederhana dan dekat dengan apa yang selam ini kebanyakan rakyat konsumsi. Wahyu Susilo, direktur migran care, yang juga dari Solo berujar disampingku, "...ha..ha... tolak angin seperti bungkusan wajib bagi warga solo...". Ia memang betul-betul Presiden rakyat. Yang kebanyakan orang konsumsi, ya itu yang ia kenakan. Tidak ada bedanya...

(foto by Ati Nurbaiti)
(foto by Ati Nurbaiti)
Foto bersama. Ini momen yang asyik nan menggelikan. Tak ada jarak antara presiden dan rakyat. 500 an orang bersiap berdiri di depan gedung istana. Para fotografer berdiri di depannya. Perlahan, barisan tengah peserta kosong. Itu ruang Presiden berjalan dari atas istana ke depan barisan. Presiden berjalan menuruni tangga. 

Begitu sampai di tangga kosong diantara peserta, perlahan mereka menyalami tanganya. Presiden santun meladeni. Yang lain pun sabar menunggu giliran salaman. Bisa dibayangkan 500 an orang kepengin bersalaman dan menyentuh tangan Presiden. Suara bersautan, "Pak...Pak Presiden.... Tengok ke kanan dong....", Presiden pun menengok ke kanan sambil tersenyum. 

Eh di sudut lain, kerumunan orang berseru, "....Pak... Pak Presiden, tengok ke kiri dong.....". Sang Presiden pun sabar menengok ke kiri dan bersalaman dengan deretan orang di situ.

Saya menyaksikan pas di depan kejadian tersebut. Wajah pak Presiden tak berubah. Ceria, sabar dan ramah serta hangat kepada semua yang meminta salaman. Karena tak tega, saya tidak jadi bersalaman dengannya. Padahal dari tadi saya sudah berniat. 

Tidak  tega melihat kondisi yang rame. Meski begitu, saya menikmati situasinya. Semua bergembira. tak berjarak. Semua anak bumi pertiwi Indonesia. Di sudut lain, pasukan pas pampers yang dari tadi gigih menjaga jarak aman Presiden dengan peserta, mulai menggendor. Seperinya ia kebingungan dengan peserta yang semangat untuk mendekat Presiden.

Tak terasa perutku berkeroncong. Ini pertanda saya merasa lapar. Jelas lapar, karena sedari pagi, saya hanya minum jus buah. Saya belum makan asupan protein lain.

Hujan girimis kembali turun. Kecil namun bertambah banyak. Untung sesi photo bersama usai. Saat hujan mulai deras, saya berlari menuju tempat acara silaturahmi berlangsung. Di situ tersedia makanan kecil, teh, kopi dan aneka miniman lainnya sebagai sarapan pagi. Saya teringat tipe pemimpin Ralp Nader, (lahir 27 Februari 1934), seorang pengacara dan aktivis politik Amerika Serikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun