PHK massal yang akhir-akhir ini dilakukan banyak perusahaan multi nasional di Indonesia, wajar-wajar saja menyita perhatian besar banyak orang. Sebab, tingkat pengangguran yang masih tinggi, dikhawatirkan akan semakin tinggi karena PHK massal yang terjadi.
Menyimak pemberitaan media tentang hal ini tentu saja akan menimbulkan rasa miris di dada, apalagi jika dibahas akan bagaimana nasib buruh itu selanjutnya.
Namun, pemberitaan-pemberitaan di media soal ini membuat hati dilema juga. Bagaimana tidak, PHK massal yang terjadi lantaran beberapa perusahaan tersebut kalah bersaing dengan produk sama dari produsen lain. Logikanya, jika tidak ingin terus-terusan rugi, ya mending produksi dihentikan, lain ceritanya jika ribuan buruh tersebut di PHK lantaran pabrik ingin mempekerjakan buruh impor dari China.
Untungnya, beberapa pabrik yang tutup tersebut tidak serta merta mengabaikan hak pekerjanya. Dikabarkan, pabrik-pabrik tersebut akan tetap membayar pesangon buruh sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Dan sudah pasti, PHK massal ini menambah daftar kewajiban negara yang harus menyediakan pekerjaan bagi rakyatnya.
Seperti yang disampaikan Menteri Sekretaris Negara bahwa Indonesia salah satu tujuan investasi dunia, maka kaum buruh tidak perlu terlalu mencemaskan hal itu, kaum Buruh hanya perlu bermawas diri menyongsong invasi. Sebagaimana diketahui, selain lonjakan penduduk yang tinggi dan tingkat pengangguran yang juga tinggi, masyarakat yang cenderung konsumtif, pun karena nilai tukar Rupiah yang cenderung lemah, Indonesia memang ladangnya Buruh murah dan target investasi perusahaan-perusahaan luar negeri.
Beberapa waktu yang lalu, kita sering mendengar jika beberapa perusahaan multi nasional memilih gulung tikar dan hengkang ke luar negeri, biasanya ke Vietnam yang kondisinya memang sama dengan Indonesia. Sebagaimana diketahui, salah satu pemicunya justru Buruh itu sendiri.
Tanpa mengurangi rasa hormat, kaum Buruh di Indonesia memang suka aneh-aneh, Buruh malah lebih sering turun ke jalan ketimbang memperbaiki kualitas. Maka tidak heran, investor luar negeri lebih suka menanamkan modalnya di Vietnam ketimbang di dalam negeri.
Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia, mengingatkan saya ke masa Orde Baru dulu. Saat itu, Pemerintah sangat gencar melakukan Transmigrasi, yang mana memindahkan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk (kota) ke daerah lain (desa) di dalam wilayah Indonesia. Tujuannya untuk mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk. Berbekal sebidang tanah pemberian Pemerintah saat itu, para Transmigran itu kini sebagian malah sudah menjadi cukong didaerahnya masing-masing.
Program Transmigrasi ini memang bukan tanpa masalah. Bahkan tidak jarang, Transmigran terlibat bentrok dengan penduduk lokal. Namun, itu di masa lalu, masalah-masalah seperti itu harusnya sudah bisa diatasi Pemerintah saat ini.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga belum mampu memaksimalkan potensi Perkebunan. Masyarakat di daerah, masih sangat mainstream pada satu tanaman Industri. Disinilah peran Pemerintah dalam mempromosikan tanaman industri lain semisal Kakao.
Potensi Kakao diprediksi masih sangat menjanjikan, setidaknya hingga puluhan tahun kedepan. Selain itu, baik Biji Kakao Basah dan Kering di tingkat pengepul maupun industri harganya stabil dan jarang bergejolak, dan tentunya jauh diatas TBS (Sawit).