Mohon tunggu...
Waldy
Waldy Mohon Tunggu... -

Slow but Sure

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Apung Widiadi dan Transparansi PSSI

13 Juli 2016   01:42 Diperbarui: 13 Juli 2016   02:12 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (dok. antara)

Hak siar Timnas U-19 adalah kasus terkait PSSI yang menyita banyak perhatian di 2014 lalu. Kasus ini, berawal dari sebuah tulisan (status) seorang aktivis Save Our Soccer (SOS), Apung Widiadi disalah satu grup Facebook.

Apung menilai (menulis), kontrak hak siar Timnas U-19 Indonesia yang kala itu diperkuat Evan Dimas dkk bersama salah satu stasiun tv swasta, disalah gunakan La Nyalla untuk membiayai operasional Persebaya (Bonek FC/Surabaya United). Dan karena tulisan (status) ini. Apung Widiadi pun digugat PSSI dengan tuduhan melanggar pasal 27 ayat 3 tahun 2008.

Benar tidaknya tuduhan tersebut hingga saat ini masih mengambang. Yang jelas, Apung Widiadi selaku tertuduh meminta dukungan Tim 9 2015 lalu untuk menghentikan penyelidikan. Sebab sebelumnya, Apung dipanggil penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya terkait hal tersebut.

Bola panas kasus ini ternyata masih terus bergulir hingga sekarang. Disebutkan setelah PSSI menggugat Apung Widiadi, Forum Diskusi Sepakbola Indonesia (FDSI) grup dimana Apung Widiadi menulis tuduhan diatas, menggugat PSSI ke Komisi Informasi Pusat (KIP) agar PSSI membuka ke publik terkait 5 hal, yakni kontrak hak siar Timnas U-19, Tur Nusantara Timnas U-19, rincian hak siar Timnas Senior, anggaran Timnas U-23 dan U-19 dan tranfaransi penjualan tiket dan pemasukan lainnya.

Gugatan FDSI atas PSSI tersebut kemudian dikabulkan KIP yang kemudian dikuatkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Februari di tahun 2014 lalu. Dengan putusan tersebut, PSSI diperintahkan untuk membuka informasi terkait ke-5 tuntutan tersebut diatas ke publik.

Namun, PSSI rupanya belum menyerah dan ogah membuka ke publik hal-hal yang menjadi isi dapur mereka sendiri, karena hal tersebut memang bukan konsumsi publik. Putusan PN Jakpus kemudian diuji PSSI ditingkat Kasasi. Dan sekali lagi, gugatan PSSI ditingkat Kasasi menang dan putusan PN Jakpus dibatalkan seluruhnya.

Majelis Kasasi berpendapat, putusan PN Jakpus keliru dan ke-5 hal tersebut memang bukan untuk konsumsi publik. Sebab, PSSI memang tidak lagi mendapat kucuran APBD sejak 2013 lalu.

Jadi, karena putusan (Kasasi) tersebut, publik tidak lagi punya hak untuk menuntut keterbukaan informasi PSSI sebagaimana diperjuangkan selama ini. Namun bukan berarti PSSI bisa seenaknya, sebab PSSI masih harus bertanggung jawab ke pemilik suara (anggota) sah PSSI.

Ujung tombak sepakbola Indonesia sejak lama memang di tangan anggota PSSI. Siapa yang mampu mempengaruhi anggota, dialah yang akan menentukan dibawa kemana sepakbola Indonesia. Aksi seruduk dan tabrak sana sini tidak akan merubah PSSI, selama pemilik suara masih dikendalikan oknum culas dalam PSSI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun