[caption caption="HBO.com"][/caption]Konflik sepakbola kekinian mengingatkan aku ke Jenderal Al-Rawi di Box Office movie bertema perang Irak, Green Zone. Di film itu, Jenderal Al-Rawi diceritakan adalah yang paling bertanggung jawab atas senjata pemusnah massal yang dikembangkan di Irak.
Selain bertanggung jawab atas senjata pemusnah massal, Jenderal Al-Rawi juga dikenal petinggi Militer Irak yang sangat kejam dan memilih perang melawan dominasi Amerika.
Singkat cerita, sang Jenderal dengan sengaja menculik salah seorang Tentara Amerika (diperankan Matt Damon) yang sejak tiba di Irak, memang ngotot mencari tahu soal senjata pemusnah massal. Pertemuan Al-Rawi dengan Perwira tersebut menguak sebuah fakta, bahwa senjata pemusnah massal yang menjadi alasan Amerika sebenarnya tidak ada, dan Al-Rawi tidak seperti yang diberitakan selama ini. Beliau justru hanya berupaya mempertahankan diri dari gempuran Amerika, sembari menunggu untuk berdialog dengan Washington guna mengakhiri konflik di Irak.
Apa hubungannya dengan konflik sepakbola Indonesia?
Dari hari ke hari, konflik yang tidak berujung semakin kesini malah menunjukkan sikap inkonsistensi kedua pihak yang bertikai, baik Pemerintah maupun PSSI. Di pihak Pemerintah, tindakan mengulur-ulur waktu ini terkesan sebagai upaya Pemerintah untuk bisa segera berkomunikasi dengan FIFA, untuk kemudian diberi izin menerapkan semua keinginannya di PSSI.
Jika Pemerintah konsisten, tanpa tedeng aling-aling dan komunikasi dengan FIFA sekali, niat mereformasi sepakbola Indonesia yang menjadi alasan utama sudah dilakukan jauh-jauh hari, dan sepakbola Indonesia sudah reformatif sebagaimana yang diinginkan Pemerintah. Namun, jika Reformasi apalagi yang mengikut dibelakangnya hanya sekedar bualan semata, ceritanya tentu akan jadi berbeda.
Begitu pun dengan PSSI. Ditolaknya Kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) membuat PSSI berada diatas angin. Karena itu, PSSI harusnya tidak perlu lagi duduk bersama dengan Pemerintah, dan sanksi FIFA dapat segera dicabut. Sebagaimana yang sudah dibahas oleh banyak Pengamat, dengan ditolaknya Kasasi, Pembekuan PSSI otomatis akan gugur sebagaimana Putusan PTUN yang memenangkan gugatan PSSI.
Lalu timbul sebuah pertanyaan, PSSI bisa apa?
Karena tindakan Pemerintah cq Kemenpora yang masih tidak mau mencabut SK Pembekuan setelah Kasasi ditolak, PSSI tentu bisa menggugat ke Pengadilan dengan tuduhan Kemenpora tidak taat Hukum, jika memang harus menunggu Pemerintah mencabut Pembekuan.
Nah, sebagaimana diketahui juga, salah satu syarat pencabutan sanksi oleh FIFA adalah jika Pemerintah mencabut Pembekuan PSSI. Dengan begitu, PSSI atau Tim Ad-Hoc harusnya segera bergerilya ke markas FIFA agar FIFA tahu dan sanksi atas Indonesia segera dicabut.
Jika PSSI menggugat kembali Kemenpora atas tuduhan tidak taat Hukum, diyakini Kemenpora akan segera mencabut Pembekuan. Begitu pun jika Tim Ad-Hoc bergerilya ke markas FIFA melaporkan Kasasi yang ditolak. FIFA tentunya mengerti, bahwa itu (Kasasi) dengan sendirinya akan mengugurkan Pembekuan PSSI oleh Kemenpora, sebab sudah sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Bagaimana dengan Kemenpora jika salah satu atau malah keduanya dilakukan PSSI? Sepertinya tidak perlu dibahas lagi, pastinya sudah bisa ditebak bagaimana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H