Mohon tunggu...
Waldy
Waldy Mohon Tunggu... -

Slow but Sure

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kemenpora Memang Berniat Memelihara Konflik

28 November 2015   16:17 Diperbarui: 28 November 2015   17:34 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Beberapa bulan lalu, negeri ini sempat dibuat gaduh oleh Hakim Sarpin yang memenangkan gugatan Pra Peradilan Budi Gunawan (BG) atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut sebagian kalangan, menangnya gugatan itu (BG), tidak lepas dari intervensi eksekutif ke Hakim Sarpin.

Terlepas dari benar tidaknya tuduhan sebagian kalangan tersebut, kasus ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan sepakbola. Oleh karena itu, ada baiknya kasus itu diabaikan saja. Namun, intervensi eksekutif baik di bidang apa saja termasuk hukum, memang tidak bisa di pungkiri. Tapi karena beberapa alasan, hal-hal seperti itu sangat sulit dibuktikan.

Namun, intervensi-intervensi seperti ini erat kaitannya dengan sepakbola Indonesia saat ini? Sebagaimana yang kita tahu kalau saat ini, Kemenpora RI dibawah komando Imam Nahrawi sudah dua kali dikalahkan PSSI di Pengadilan atas gugatan SK Pembekuan yang dikeluarkan Kemenpora beberapa waktu lalu. Jika ditarik sebuah benang merah, Pembekuan PSSI oleh Kemenpora sudah mendapat restu dari Presiden RI, lalu kenapa PTUN tidak di intervensi, agar SK Pembekuan PSSI di menangkan.

Usut punya usut, dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini kabarnya Hukum akan dikuatkan, kedepan agar hukum tidak lagi tumpul ke atas dan tajam ke bawah seperti yang sudah banyak di pertontonkan. Lalu, bagaimana dengan Kemenpora yang tetap ngotot memperjuangkan SK Pembekuan PSSI sekalipun sudah 2 kali dikalahkan PSSI di PTUN dan PT TUN? Kabarnya, dalam waktu dekat, Menpora Imam Nahrawi akan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dan jika kalah beliaupun mengaku akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Beberapa kasus yang sering ditemukan, naik banding bukanlah pilihan bagi sebagian kasus. Tidak jarang setelah naik banding, yang tadinya hanya dijatuhi hukuman 5 tahun, tidak jarang malah dijatuhi hukuman mati. Selaku eksekutif, dikalahkannya Menpora oleh PSSI di PTUN dan PT TUN adalah putusan yang paling objektif, tidak sewajarnya Menpora menjustifikasi yang lain-lain atas putusan ini.

Upaya-upaya Kemenpora ini, menjadi pembenaran bahwa pihak Pemerintahlah yang sebenarnya ingin memelihara konflik sepakbola nasional ini. Bukan hanya FIFA yang adalah pemegang otoritas penuh sepakbola dunia yang beberapa waktu lalu sebenarnya sudah di reformasi, bahkan Kemenpora pun tidak mematuhi putusan pengadilan, dan malah mengulur-ulur waktu yang tidak berguna.

Sebagaimana yang sudah banyak di sebutkan, konflik (sepakbola) harusnya sudah selesai sejak delegasi FIFA datang ke Indonesia beberapa waktu lalu. Namun entah kenapa, Pemerintah memang terkesan acuh tak acuh, dan lebih memilih agar sepakbola Indonesia tidak usah terbebas dari sanksi. Bicara kepentingan, sepakbola memang sangat ideal dalam berbagai hal.

Namun yang lebih sederhana, Pemerintah sepertinya ingin menancapkan dalam-dalam kukunya di sepakbola dengan menggusur semua orang dalam PSSI saat ini. Tapi sepertinya, hal itu dianggap tidak perlu oleh FIFA, PSSI saat ini tetap dianggap sah oleh FIFA. Jika keputusan tersebut (FIFA), dianggap tidak masuk akal, sepertinya Pemerintah perlu memikirkan agar Indonesia keluar dulu dari FIFA.

Sidomi News 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun