Karena emosi kita masih mendaki amarah sampai kepuncaknya, ku kira tak perlu ada lagi yang dibicarakan tersebab hubungan kita memang belum selesai. Mengapa katamu. Ya. Aku lebih memilih diam ketimbang bicara menjadi busa. Seperti ombak mencumbu pantai. Sia-sia dan menghapus jejak kita.
Lantas, aku bisa saja menganggap hubungan ini sudah selesai, katamu. Oh. Tidak. Ucapanmu itu tidak berasal dari jernihnya muara sungai. Bukan dari palung terdalam samudera. Kita hanya perlu jarak. Seperti asam digunung dan asin dilaut yang kelak bertemu pada satu tempat. Kita hanya perlu spasi karena dengannya terbaca pasti. Biarkanlah lautan emosi kita surut sampai suatu ketika datang tsunami meluluhlantakkan berisiknya ego kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H