Cerita mengenai penjelajahan Christopher Columbus dan Ratu Isabella of Castile sering kali disalahpahami di dunia modern. Kisah yang beredar menyatakan bahwa Ratu Isabella percaya bahwa bumi itu datar sementara Columbus percaya bumi itu bulat. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Ratu Isabella kurang berpengetahuan. Namun, kisah ini sangatlah salah. Sejak dahulu, manusia sudah mengetahui bahwa bumi berbentuk bulat.
Sejarah Pemahaman Bentuk Bumi
Tokoh-tokoh awal yang mengemukakan ide mengenai bumi berbentuk bulat mencakup filsuf Yunani Pythagoras, yang hidup sekitar abad ke-6 SM. Pythagoras percaya bahwa bumi berbentuk bulat karena bola dianggap sebagai bentuk geometris yang sempurna. Meski tidak ada tulisan langsung dari Pythagoras, ide ini diteruskan oleh para pengikutnya.
Plato, dalam dialognya "Timaeus," juga menggambarkan bumi sebagai sebuah bola. Ia berteori bahwa alam semesta, termasuk bumi, dibentuk berdasarkan prinsip-prinsip geometris yang sempurna dan harmonis.
Aristoteles memberikan bukti pengamatan yang mendukung bentuk bumi yang bulat:
- Gerhana Bulan: Ia mencatat bahwa selama gerhana bulan, bayangan bumi di bulan selalu berbentuk bulat, yang hanya mungkin terjadi jika bumi berbentuk bulat.
- Rasi Bintang: Aristoteles mengamati bahwa perjalanan ke arah selatan akan memperlihatkan bintang-bintang yang tidak terlihat di utara, mengindikasikan permukaan bumi yang melengkung.
- Kapal di Cakrawala: Dia mencatat bahwa kapal menghilang dari pandangan terlebih dahulu bagian lambungnya, baru kemudian tiangnya saat berlayar menjauh, yang mengisyaratkan permukaan bumi yang melengkung.
Pengukuran Keliling Bumi oleh Eratosthenes
Eratosthenes, seorang ahli matematika dan astronomi Yunani, melakukan pengukuran ilmiah pertama mengenai keliling bumi pada abad ke-3 SM. Ia menggunakan metode yang sangat cerdas dan sederhana, yang dapat dijelaskan dalam langkah-langkah berikut:
- Pengamatan di Syene dan Alexandria:
- Eratosthenes mengetahui bahwa pada siang hari titik balik matahari musim panas, di kota Syene (sekarang Aswan, Mesir), matahari berada tepat di atas kepala. Hal ini terbukti dengan tidak adanya bayangan yang dihasilkan oleh tiang di sana.
- Di Alexandria, pada waktu yang sama, matahari tidak berada tepat di atas kepala, dan sebuah tongkat vertikal akan menghasilkan bayangan.
- Mengukur Sudut Bayangan:
- Di Alexandria, Eratosthenes mengukur sudut bayangan yang dihasilkan oleh sebuah tongkat vertikal. Ia menemukan bahwa sudut ini sekitar 7,2 derajat, atau sekitar 1/50 dari lingkaran penuh (360 derajat).
- Menghitung Jarak antara Syene dan Alexandria:
- Jarak antara Syene dan Alexandria diukur sekitar 5.000 stadia. Eratosthenes menggunakan laporan dari penyurvei kerajaan untuk mendapatkan jarak ini. Satu stadia diperkirakan sekitar 157,5 meter.
- Menggunakan Proporsi Geometris:
- Karena sudut 7,2 derajat adalah 1/50 dari lingkaran penuh, Eratosthenes menyimpulkan bahwa jarak antara Syene dan Alexandria adalah 1/50 dari keliling bumi.
- Dengan mengalikan jarak ini (5.000 stadia) dengan 50, Eratosthenes memperkirakan keliling bumi sekitar 250.000 stadia, yang setara dengan sekitar 39.375 kilometer.
Kesalahpahaman tentang Ratu Isabella dan Columbus
Cerita yang mengatakan bahwa Ratu Isabella of Castile percaya bumi itu datar adalah salah. Ratu Isabella dan penasihatnya memahami bahwa bumi itu bulat. Perdebatan antara Kerajaan Spanyol dan Columbus bukan tentang bentuk bumi, tetapi tentang ukuran bumi.
Ratu Isabella dan para penasihatnya memiliki data dari astronom terdahulu yang menunjukkan bahwa bumi sangat besar, sehingga tidak mungkin Columbus akan menemukan Asia dengan berlayar ke barat. Sebaliknya, Columbus memperkirakan ukuran bumi jauh lebih kecil, sehingga ia yakin bisa mencapai Asia dengan cepat dengan berlayar ke arah barat.