Mohon tunggu...
Idham AbdiNusa
Idham AbdiNusa Mohon Tunggu...

Jurnalis | Jalan Tengah | Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Curang sejak Pemilu

30 April 2014   18:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:01 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="275" caption="Sumber : lintasme"][/caption]

“200 Juta rupiah untuk menjadi caleg Kabupaten bukanlah uang yang banyak, minimalnya 500 juta rupiah. Itu juga hanya 30 persen yang bisa dihitung keberhasilannya,” ujar salah seorang Calon Anggota DPRD Kabupaten di Pulau Jawa saat kami berbincang beberapa waktu lalu. Kemudian saya kian tertarik untuk berdiskusi dengan Caleg yang namanya dipastikan akan duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten.

“Bung ada pertanyaan mendasar yang sering terlintas di pikiran saya, kalau anda menghabiskan uang sampai 500 juta rupiah untuk menjadi seorang wakil rakyat, apa anda tidak memiliki beban 5 tahun ke depan,” tanya saya.

Si caleg ini hanya senyum sambil memperbaiki posisi duduknya. “Bung, jika tidak pakai uang, mana mungkin bisa menang, semua caleg melalakukan hal yang sama. Yang menentukan siapa pemenang itu siapa yang paling intens berkomunikasi ke bawah dan siapa yang paling loyal dalam memberikan upeti politik kepada calon pemilih,” jelasnya.

“Lalu bagaimana anda menghitung pengembalian dana sebesar itu?” tanya saya lagi. Lantas dia menjelaskan bahwa di gedung wakil rakyat ada banyak kesempatan. hitungan 500 juta itu bukanlah hal yang besar. Artinya akan sangat mungkin kembali. Intinya kata dia, setiap orang memiliki otoritas. Paling tidak manfaatnya ia rasakan beserta keluarganya.

"Kalau sudah namanya gawean partai politik, tidak ada yang tidak curang, semua curang sejak dari pemilihan ketua ranting," imbuhnya

Jawaban jujur namun tidak memiliki niatan baik ini begitu menghentak bagi saya selaku rakyat yang berharap aspirasi 5 tahun ke depan adalah aspirasi mendasar rakyat, jika kondisinya sudah begini lantas harapan apa yang bisa kita titipkan kepada wakil rakyat nantinya?

Selanjutnya ia menegaskan lagi bahwa bisa dihitung dengan jari caleg yang dipastikan menang adalah caleg yang bermain secara fair atau jujur. Semuanya telah bermain sejak dari PPS Sampai PPK hingga KPU. Lanjut dia, dalam pemilu hanya kampanye yang mudah ditebak siapa yang melanggar atau tidak. Namun dalam soal atur suara panitia-panitia pemilu sudah tahu harus bagaimana.

Gambaran diskusi di atas menunjukkan betapa bobroknya mental wakil rakyat yang akan menahkodai aspirasi kita 5 tahun mendatang. Dan ini terbukti dengan semrawutnya pelaksanaan pemilu legislative. Kecurangan di sana-sini. Berbagai modus dilakukan namun sayang tidak ada efek jera berupa hukum yang tegas bagi ‘pemain’ di balik bilik suara rakyat ini.

Curang sejak dari pemilu, lalu wakil rakyat apa yang akan dihasilkan? Entahlah. Uang rakyat triluinan rupiah telah berhamburan untuk melaksanakan pesta yang katanya pesta demokrasi ini. tahulah kita ke depan jangan berharap banyak, apalagi mengeluh soal tingkah wakil rakyat kita nantinya. Mulai dari korupsi, menonton video tidak senonoh saat sidang, penganggaran gedung dewan yang fantastis hingga wakil rakyat yang tak pernah ikut sidang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun