Mohon tunggu...
Geutrida Malthida
Geutrida Malthida Mohon Tunggu... Administrasi - Mother of 3 cats. SJ . 嵐 . Visca el Barca.

Life is hard tabun happy

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

A Monster Calls, Dongeng yang Mendewasakan

15 Oktober 2016   09:40 Diperbarui: 15 Oktober 2016   14:34 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
om Liam Neeson jadi monster. Hiiyy keren! (comingsoon.net)

Entah angin apa yang membawa saya hingga akhirnya memilih A Monster Calls dari sekian film yang sedang bertengger di bioskop, kemarin sore. Tanpa bisikan ghaib dari Mbah Gugel, tanpa contekan review dari tomat busuk rotten tomatoes, saya yang awalnya berniat menonton Miss Peregrine's, seperti tersihir oleh poster yang sederhana nan misterius dari film ini. Iya, seorang bocah yang sedang tertidur di bawah pohon besar berakar lebat.

Dan ternyata nasihat nenek tetangga saya benar adanya. Ikutilah kata hatimu, nisanak...maka kau tak’an menyesal.......

Diadaptasi dari novel yang berjudul sama, A Monster Calls bercerita tentang seorang anak bernama Conor O’Malley (diperankan dengan amat yahuts oleh dedek Lewis MacDougall) yang tinggal bersama Ibunya (Felicity Jones), yang sedang berjuang menjalani pengobatan kanker.

Di suatu malam, tepatnya pukul 12.07, di dalam mimpinya Conor didatangi sesosok monster yang berwujud pohon yew raksasa (Coba tebak siapa pengisi suara si monster ini, sodarah-sodarah? Iyes, om Liam Neeson!). Sang monster berkata bahwa dia akan menceritakan 3 kisah kepada Conor. Dan sebagai balasannya, Conor harus menceritakan kisah ke-4 kepada sang monster, yang tak lain adalah mimpi buruk Conor yang selama ini dialaminya. Perjanjian sudah dibuat dan petualangan Conor pun dimulai.

ekspresi saya saat ngeliat monsternya ya kya gini inih (wemakesmoviesonweekend.com)
ekspresi saya saat ngeliat monsternya ya kya gini inih (wemakesmoviesonweekend.com)
That powerful. That beautiful

Saya tidak akan membandingkan versi film dengan versi novel, karena saya memang belum membaca novelnya. Tapi sebagai penonton yang bermodalkan asas kepasrahan dan minim ekspektasi, saya berhasil dibuat jatuh cinta dengan semua elemen yang ada dalam film berdurasi 100 menit ini.

Iya, A Monster Calls sudah gelap sejak awal. Karakter Conor, bocah introvert yang penakut, sering di-bully di sekolah oleh temannya juga sering dimarahi guru, membuat saya iba kepada sosoknya. Belum lagi hubungannya yang tidak akur dengan sang nenek, yang punya sifat amat bertolak belakang dengan Conor. Sementara ayahnya yang sudah bercerai dengan ibunya, hanya datang sesekali untuk mengunjungi Conor. Well, lengkap sudah hidupmu Conor.

Dan kesuraman-kesuraman yang saya sebutkan di atas berhasil dikawinkan dengan visual yang amat ‘cantik’ dari sosok sang monster (yang mengingatkan saya akan groot di film The Guardian of Galaxi haha). Momen di mana monster yew muncul di halaman pekuburan tak jauh dari rumah Conor adalah adegan yang membuat saya tak berkedip penuh takjub. Akar dan rating yang perlahan keluar dari tanah, dentuman suara langkah kakinya, hingga ketika auaman Liam Neeson diperdengarkan untuk petama kali. It’s awesome, klo kata orang Bekesong.

Percayalah, itu belum seberapa ketika sang monster mulai mendongengkan 3 kisahnya kepada Conor. Animasi sequenses-nya itu loh, keren minta ampun! Mengingatkan saya akan animasi di film Krampus yang abstrak namun tetap mendetail. Kisah pangeran dan ratu, kisah tabib dan pendeta, juga kisah anak yang kasat mata, semuanya bisa saya nikmati dengan khusyuk tanpa sempat menyantap popcorn yang sudah saya beli.

Semetara Lewis MacDogall yang kecil-kecil cabe rawit itu, sukses mencuri hati saya sejak film dimulai. Aktingnya sebagai Conor, seorang bocah kesepian yang sangat mencintai ibunya dibawakannya dengan ekspresi yang pas. Juga tante Felicity Jones yang memerankan sosok Ibu penuh kasih bin pengertian pake banget terhadap anak lanang satu-satunya. Chemistry ibu-anak ini juara!

inget bapak :'( (scifinow.co.uk)
inget bapak :'( (scifinow.co.uk)
It’s a story that takes you on a journey of love, loss and finding your courage.

Mengangkat tema tentang pertemanan bocah dengan sesosok monster, tidak lantas menjadikan A Monster Calls sebagai drama fantasi yang tanpa isi. Bayona, sang sutradara, sanggup menyentil dan mengingatkan saya kembali bahwa saya pernah berada di posisi Conor. Ah, tidak... bahkan sampai sekarang pun saya masih memiliki tabiat seorang Conor O’Malley.

Ketika sang ibu selalu menyatakan kepada Conor bahwa dia baik-baik saja. Ketika nenek dan ayahnya tidak menghukum Conor walau dia berbuat salah. Ketika teman-temannya seakan mengasingkan Conor. Ketika monster yew memaksa Conor untuk jujur pada perasaannya sendiri dan mengungkapkan kebenaran yang selama ini dia tutup-tutupi. Semua kepingan amarah dan kesedihan itu berhasil disajikan dengan matang di sepanjang film dan diakhiri dengan sebuah perasaan haru dan penuh kehangatan.

A Monster Calls adalah kisah yang baik tentang proses pendewasaan yang seringkali berat bagi kebanyakan orang, termasuk saya. Meski begitu, film ini tidak terkesan menggurui dengan dialog-dialognya yang jujur. A Mosnter Calls hanyalah sebuah film yang manis dan sederhana, yang akan mengajak para penontonnya termenung begitu credit title muncul di akhir film.

A very nice tale to the end, Bayona!

“Tidak ada yang benar-benar baik dan tidak ada yang benar-benar jahat, Conor. Karena manusia lebih suka berada di kedua sisinya”  

_______

Ps : Rating film ini PG 13 ya om dan tante. Jadi kalau mau bawa krucil yang unyu nan menggemaskan, kudu dipikir 10 x bolak-balik lapangan Camp Nou. Klo perlu intip trailernya di yucub dulu supaya lebih afdol dan barokah. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun