Pelaksanaan ibadah haji kembali memakan korban. Kali ini jumlahnya melampaui 700 orang, sungguh bukan angka yang kecil. Dari tahun ke tahun, penyelenggaraan ibadah haji terus memakan korban. Peristiwa desak-desakan yang memakan korban bukan kali ini saja terjadi, tapi terus berulang, dari tahun ke tahun.
Pemerintah Arab Saudi terus berbenah, berusaha mengatasi setiap persoalan yang mereka hadapi. Tapi, korban terus saja berjatuhan. Upaya yang dilakukan pemerintah Arab Saudi seolah tak ada artinya.
Apa yang dilakukan pemerintah Arab Saudi sebetulnya hanya upaya tambal-sulam dan mencari solusi temporal dari persoalan yang semakin hari sesungguhnya semakin besar. Penanganan haji tidak bisa lagi didekati dengan cara-cara konvensional seperti selama ini dilakukan. Harus ada terobosan yang bisa mengatasi kebuntuan.
Sebetulnya sudah pernah ada beberapa usulan untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi pada setiap penyelenggaraan ibadah haji, dari soal pembatasan kuota, perluasan tempat, hingga penertiban jamaah dengan cara membagi jadwal kegiatan. Namun, semua itu seperti tak menuai hasil, karena jumlah jamaah haji terus saja bertambah, sementara lahan yang tersedia semakin menyusut, akibat semakin banyaknya pembangunan gedung-gedung bertingkat dan pusat-pusat perbelanjaan.
Ada satu solusi yang secara teologis sebetulnya dibenarkan dan secara teknis akan sangat memudahkan penyelenggaraan haji, yakni dengan cara memperluas waktu penyelenggaraan ibadah haji. Dengan kata lain, penyelenggaraan haji tak hanya dilakukan pada Bulan Haji (Dzulhijjah), tapi pada bulan-bulan lain yang disebutkan al-Qur'an.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H