Sistem kecerdasan buatan mengolah informasi dari berbagai sumber, termasuk peraturan hukum, yurisprudensi, dan faktor-faktor lain yang relevan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah hukum dan saran dalam pengambilan keputusan.Â
Penggunaan kecerdasan buatan dalam proses penelitian hukum, analisis kasus, dan pembuatan keputusan hukum memiliki manfaat dalam meningkatkan efisiensi, akurasi, dan konsistensi dalam praktik hukum.
Risiko nyata yang dihadapi oleh para profesional hukum adalah ketidaktahuan mereka terhadap ketergantungan masa depan mereka pada teknologi. Seperti di industri lainnya, terletak pada 'Big Data', yaitu kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data.Â
Hal ini terlihat dalam proses e-discovery. E-discovery adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan, menjaga, dan menemukan informasi elektronik yang terkait dengan konteks hukum.Â
Hal ini melibatkan mengidentifikasi, mengekstrak, dan menganalisis data elektronik yang digunakan sebagai bukti dalam sengketa hukum atau proses litigasi.Â
Proses e-discovery mencakup pencarian dan penilaian data dari berbagai sumber elektronik, seperti email, pesan teks, dokumen elektronik, basis data, dan platform media sosial.Â
Tujuan utama e-discovery adalah untuk mendapatkan informasi yang relevan dan mendukung dalam masalah hukum yang sedang berlangsung. Upaya ini untuk mencari data yang relevan dalam sengketa dan litigasi.
Tantangan yang lebih mendalam terletak pada kecerdasan buatan, di mana nilai diekstraksi dari "big data".Â
Para profesi hukum perlu memahami potensi pengenalan pola dalam data tersebut dan memanfaatkan kemampuan analitik perangkat lunak untuk mengidentifikasi dan menandai indikator-indikator yang relevan.Â
Selain itu, rekaman proses peradilan juga merupakan catatan keputusan manusia yang dapat dianalisis secara objektif.Â
Meskipun masih ada keraguan tentang apakah kecerdasan buatan dapat mengungguli kecerdasan manusia dalam memprediksi hasil hukum, tapi konsep dasarnya telah terbukti.Â