Hamba adalah serpihan tak berharga di panggung kehidupan, merentang dalam kesendirian gelap yang tergores oleh kata-kata pahitku sendiri, 'hamba tak pantas untuk dicintai,' dan engkau, yang seharusnya menjadi oase dalam padang pasir  yang tandus, kini menjadi saksi bisu atas runtuhnya harapan ini.
"Kau datang, bukan sebagai penyembuh, melainkan sebagai pencermin tragis yang menggambarkan betapa hancurnya batasan diri ini. Setiap detik terasa seperti loncatan ke jurang kekecewaan yang tak berujung, dan setiap tatap matamu adalah pengingat tak henti akan kelemahan dan kekurangan yang merajalela dalam diri ini. Rasanya seperti terjerat dalam labirin yang tak kunjung berujung, di mana teriakan keputusasaan melengking tanpa ada jawaban.
Di setiap pertemuan singkat, tergambar jelas jurang antara kita yang semakin lebar, layaknya jurang di dasar samudra yang tak terhingga. Bagaimana hamba, seorang hantu yang terhanyut dalam kabut keputusasaan, berani mengharapkan seulas cinta di dalam kegelapan yang menjemputku?
Kini, cinta telah beranjak pergi, meninggalkan diri ini terperangkap dalam labirin kesepian yang tak berujung. Rasa hampa menjadi saksi bisu atas kegagalan diri ini yang tak tertandingi. Kegagalan itu bukan hanya terukir dalam kenangan, melainkan terlukis dalam jantung yang semakin membeku, seolah-olah ditinggalkan di dunia yang tak mengenal penghangatan.
Dan di dalam kedalaman hati yang gelap, di sana, hamba menyadari bahwa takdirku adalah mengembara tanpa henti di padang pasir kehampaan. Tapi, bahkan dengan kepedihan yang terus meradang, hamba tahu bahwa tak pantas untuk dicintai adalah lagu kesedihan yang telah terukir dengan indah di partitur kesendirian ini."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H