Sudikah engkau membaca syair yang hamba tulis?
Syair yang ditulis menggunakan darah yang engkau keluarkan dari hati yang penuh amarah,
Sebab hati kecewa melihat kenyataan bahwa engkau tak lagi mencinta,
Sudikah engkau membaca syair yang hamba tulis?
Dengan pena darah, hati ini menuang keluh kesah,
Dari dalam rongga dada, amarah bergema merajai,
Hingga menulis cerita, kepedihan tak tertahankan.
Sebab hati ini terperangkap dalam kecewa,
Melihat kenyataan yang menusuk jiwa,
Engkau tak lagi mencinta, seperti reruntuhan cinta yang hancur.
Namun, biarkanlah puisi ini menjadi teman,
Mengajakmu berjalan di koridor kenangan,
Bersama bayangan-bayangan masa lalu yang terluka.
Apakah kau sudi melangkah dalam kata-kata,
Menggenggam erat arti setiap bait,
Ataukah engkau bersembunyi di balik duka?
Meski hati ini pilu, puisi tetap mengalir,
Dalam riak-riak kata, mencari makna cinta yang hilang,
Sungguh, hanya engkau yang mampu membaca.