Sudah lama saya tidak memosting lagi di kompasiana ini. Alasan saya tidak melakukannya karena:1. Pernah mendengar isu akun kompasiana kloningan yang membuat postingan dibajak. Benar atau tidak, saya pernah mengecek sendiri dan ternyata saya mendapatkan banyak akun kloningan itu dan entah kenapa saya tidak bisa mengakses masuk akun saya ini;2. Mengisi kehidupan, kadang galau, ceria, dan sebagainya hingga melupakan kompasiana ini; dan3. Koneksi modem WiFi dihentikan, jadinya saya tidak bisa mengakses internet via komputer. Untuk saat ini saya menggunakan telepon genggam untuk mengaksesnya. Hingga format yang mungkin akan terlihat berantakan dan juga mungkin akan terganggu oleh jaringan dari provider.
Saya di kompasiana lagi bukan tidak ada maksud, tetapi saya meluapkan kembali imajinasi saya selama saya hidup kemarin-kemarin hingga detik ini. Rindu rasanya saya bisa kembali di kompasiana ini. Canggung atau ketakutan pun saya alami dalam menghadapi postingan saya ini, karena saya tidak dilatih terus menerus dalam menulis.
Dari perasaan itulah saya tidak begitu yakin dengan kemampuan terpendam saya yang sudah lama tidak diasah kembali dianggap ini dianggap sebagai karya yang awut-awutan atau sebaliknya. Saya terkadang pesimis, mengapa saya sempat berhenti dan mengapa saya begini yang tidak dapat kembali seperti masa lalu, saya juga tidak tahu apakah saya bisa bangkit atau tidak. Saya sebenarnya ingin seperti dulu lagi tetapi dengan kualitas lebih baik lagi. Tidak ingin menjadi diri saya yang lebih buruk.
Jikalau terburuk, mengapa ini bisa terjadi. Karena pola pikir saya yang berubah atau karena faktor luar yang mempengaruhi diri saya yang terlena dalam keterpurukan.
Saya juga takut jika saya tetap datar, tidak mengalami perubahan yang berarti.
Saya terlalu banyak diikuti oleh perasaan dan perkiraan yang tidak pasti. Sedikit memerhatikannya berdasarkan sudut pandang lain. Sekalinya  memerhatikannnya, saya terlalu berpikir kejauhan. Hingga titik temu yang saya lakukan kegamangan.
Saya juga merasa cemburu terhadap teman-teman kompasianer yang lain dapat mengeksplorasi pikiran-pikirannya bertahan dari dulu hingga sekarang. Bahkan diantara mereka pun ada yang sudah menerbitkan karyanya dan keluar dari kompasiana karena sudah merasa puas dengan hasil yang diraihnya.
Saya sebenarnya yakin saya mampu. Tetapi dari faktor luar itulah yang membuat titik temu itu sulit dijangkau. Membatin, memikirkan, dan menanyakan mengapa saya bisa begini.
Saya di postingan ini sebenarnya meluapkan perasaan. Namun di dalam kategori kompasiana ini tidak terdapat 'curahan hati' maka, saya memasukkannya sebagai fiksi.
Saya juga di postingan ini ketakutan jika suatu saat nanti di postingan selanjutnya akan "dibajak" oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Padahal saya ingin menuliskan ide-ide tersebut ke dalam sebuah buku yang berisi banyak ide dari otak saya yang berdasarkan hasil baca, pengalaman bahkan sampah perasaan yang tidak baik tersimpan dalam raga.
Sedangkan yang lainnya adalah saya juga cemas jika teman-teman saya pada menjauh, saya sendiri sebenarnya tidak begitu memiliki teman yang banyak. Mereka juga sepertinya enggan berteman dengan saya karena keanehan saya ini apalagi dengan ide-ide saya yang disalurkan melalui tulisan-tulisan atau gerakan-gerakan. Begitu juga keluarga, semua kakak (kebetulan saya anak bungsu) dan ibu juga bapak itu merasa "gemas" dengan keanehan saya. Mereka terus-terusan "mencubit" kegemasan saya tersebut tanpa rasa bosan. Disamping itu, para pengajar pun sepertinya dengan mudah memperolok-olokan saya dengan sindiran-sindiran yang saya tidak peka bahkan saya tersinggung olehnya.Â
Saya mau apa? Saya mau jadi apa? Mengapa saya begini? Lantas, bagaimana saya selanjutnya?
Saya menggunakan nama inisial sebab memang saya takut pencemaran nama dari mana pun. Padahal keberadaan saya ingin diakui sebagai orang yang ingin melampiaskan ide-ide dan kehidupan yang tidak banyak gencatan-gencatan yang membuat saya kebingungan sendiri.
Saya rasa ini mustahil jika orang yang berani tidak melakukan itu. Saya terlalu berimajinasi, mengkhayalkan sesuatu yang tidak mungkin tetapi ingin terjadi.
Benar lagu yang sedang ngetren, "Sakitnya tuh disini". Memang sakit. Pantas saja mengapa saya lebih banyak meringkuk di dalam kamar dan kakak-kakak saya jengah dengan kelakuan saya. Orang-orang pun melihat saya dalam keadaan tertunduk bungkuk dan omongan saya ngaler-ngidul.
Pasti kata orang-orang membaca ini dan berkomentar, "Apa-apaan bacaan yang aneh!"
Saya terima dengan kritikan itu, tetapi mengapa saya merasa tidak dibebaskan diri saya sendiri. Saya terkekang dari mana pun. Saya tidak lupa merasa abu-abu, tidak jelas termasuk putih atau hitam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H