Zaid bin Amr memutuskan pergi ke manca negara yang saat itu masih dipayungi kegelapan untuk mencari kabar baru tentang ajarannya (Ajaran Nabi Ibrahim), namun pada akhirnya ia harus meninggal ditengah perjalanan sebelum cahaya datang. Cahaya kemenangan yang dibawa Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran.
Bagiku, ialah sesungguhnya representasi dari kalimat yang diucapkan Soe Hoek Gie "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan". Zaid sebagai penyuluh agung telah melakukannya.
Dan lagi kisah Sumayyah sebagai syahidah pertama yang dibawa ke suatu tempat, tubuhnya ditaburi dengan pasir yang sangat panas, kemudian diletakanlah di atas dadanya sebongkah batu besar nan berat.Â
Kaum Quraisy memaksanya agar bersaksi untuk berhenti memeluk islam namun ia tak gentar dan berjanji akan berpegang pada ajaran islam hingga ajal menjemputnya. Abu jahal menusukan sungkur pada kemaluannya hingga ia gugur dengan mewariskan keteladan, keberanian dan komitmennya yang teramat hebat dalam memegang erat islam dilubuk hatinya.
Sungguh lagi, teramat menyesakan dada apabila mengingat Rasul yang kala itu tengah melaksanakan shalat di suatu tempat. Selendang yang dipakai oleh Rasul diambil oleh istri abu jahal dan di ikatkan selendang tersebut kepada leher Rasul lalu ditarik hingga rasul terjatuh dan ditertawakan oleh para pengikut abu jahal. Demikian sulitnya beribadah dimasa itu, aksi intimidatif selalu mengikuti setiap langkah Rasul. Dan ah.. aku tak sanggup lagi.. betapa sabarnya rasulku, pemimpinku menghadapi situasi itu.
Hari ini kedengkian rasialis dan biadab semacam itu sudah sedikitnya terhempas dalam peradaban. Apalagi sistem toleransi yang cukup kokoh berdiri dibelahan bumi ini. Namun, betapa konyolnya orang - orang yang tidak memanfaatkan momen ini. Ya, aku memang salah satu dari orang - orang itu.
Tidak ada rasa malu dan pilu ketika mengingat lagi pedihnya perjuangan untuk beribadah di masa lalu. Semestinya, kisah - kisah tersebut menjadi tamparan bagi realitas di masa sekarang.
Hari ini orang - orang malah seolah sedang berlarian dipadang pasir yang tak berujung. mereka dicekik rasa haus dari segala penjuru. Haus akan harta dan tahta yang pada akhirnya memaksa mereka untuk menghabisi yang lainnya demi mempertahankan misi tersebut. Cinta dan belas kasih bukan lagi pertimbangan dan poin penting dalam setiap aktifitas sosialnya.Â
Padahal bukankah cinta lebih berharga dari emas dan permata?
Surga yang menggiurkan itu barangkali saat ini hanya nomor sekian setelah aksesoris, perhiasan, mobil, eksistensi dan hal lainnya yang dapat diperlihatkan kepada orang lain demi tujuan yang entah apa. Walaupun memang saat ini boleh jadi adalah zaman persaingan gengsi, masih banyak pula yang berlomba menuai kebaikan.
Tentu saja, pada akhirnya aku tak benar - benar senang dan menjadi oportunis diatas kondisi seperti ini.Â