Kata “mappa” yang berarti kain atau saputangan mulai dikenal dalam bahasa Latin Klasik sekitar abad ke-5. Namun, dalam konteks kartografi, penggunaan kata ini sebagai “mappa mundi” (peta dunia) mulai berkembang pada Abad Pertengahan, sekitar abad ke-8 hingga ke-12 di Eropa. Istilah ini kemudian menyebar ke berbagai bahasa Eropa seperti Belanda, Portugis, dan Spanyol selama Abad Pertengahan dan Zaman Renaisans. Di Nusantara, kata “peta” mulai dikenal lebih luas pada masa kolonial, sekitar abad ke-16 hingga ke-17, ketika bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda memperkenalkan konsep kartografi kepada penduduk lokal.
Perkembangan peta telah melalui berbagai tahap yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan kebutuhan manusia dari zaman kuno hingga zaman modern. Berikut adalah gambaran singkat perkembangan peta dari zaman ke zaman:
1. Zaman Prasejarah dan Kuno
- Peta Primitif: Orang-orang prasejarah menciptakan peta sederhana berupa ukiran di batu atau dinding gua. Peta ini biasanya berfungsi untuk menunjukkan rute berburu atau lokasi sumber daya.
- Peta Babilonia (2300 SM): Peradaban Babilonia dikenal dengan peta tanah liat yang digunakan untuk navigasi dan pengelolaan wilayah. Salah satu peta Babilonia yang terkenal adalah “Imago Mundi,” yang menggambarkan dunia sebagai cakram yang mengapung di laut.
- Peta Mesir dan Yunani: Orang Mesir kuno membuat peta tanah di sepanjang Sungai Nil untuk pengelolaan lahan pertanian. Di Yunani, geografer seperti Anaximander (610–546 SM) membuat peta dunia pertama dengan bentuk bulat dan menunjukkan bumi yang dikelilingi oleh lautan.
- Ptolemeus (100–170 M): Ptolemeus, seorang geografer Yunani-Romawi, menciptakan “Geographia,” buku peta yang berisi sistem koordinat untuk menggambarkan lokasi di dunia yang diketahui saat itu. Konsep ini menjadi dasar kartografi modern.
2. Zaman Pertengahan
- Mappa Mundi (Abad Pertengahan): Peta ini menggambarkan dunia dalam perspektif teologis yang berpusat pada agama, dengan Yerusalem sebagai pusatnya. Peta dunia T-O (orbis terrarum) adalah salah satu contoh di mana tiga benua (Eropa, Asia, dan Afrika) digambarkan di sekitar kota suci tersebut.
- Peta Islam: Pada masa keemasan peradaban Islam (abad ke-8 hingga ke-15), ilmuwan seperti Al-Idrisi (1100–1165) menciptakan peta dunia yang sangat rinci. Salah satu peta Al-Idrisi menggambarkan dunia yang sangat akurat untuk zamannya dan menjadi referensi utama bagi para penjelajah Eropa.
3. Zaman Renaisans dan Penjelajahan
- Peta Portolan (Abad ke-13–15): Peta ini dikembangkan oleh pelaut Eropa dan berfungsi sebagai alat navigasi utama. Peta portolan sangat rinci, menggambarkan garis pantai dan lokasi pelabuhan.
- Peta Gerardus Mercator (1569): Mercator memperkenalkan proyeksi peta silindris yang dikenal sebagai Proyeksi Mercator, yang membuat navigasi laut lebih mudah karena garis lintang dan bujur ditarik sejajar.
- Peta Dunia oleh Abraham Ortelius (1570): Ortelius menciptakan atlas pertama yang dikenal sebagai “Theatrum Orbis Terrarum,” yang menjadi referensi utama bagi geografer pada masa itu.
4. Zaman Modern Awal (Abad ke-17–19)
- Peta Topografi: Dengan penemuan instrumen pengukuran yang lebih canggih seperti sextant dan kompas, peta mulai menggambarkan ketinggian dan topografi daratan dengan lebih akurat. Contohnya adalah peta topografi militer dan peta geologi yang dikembangkan pada abad ke-18.
- Peta Kolonial: Selama era kolonial (abad ke-17 hingga 19), bangsa Eropa menggunakan peta untuk menjelajah dan mengklaim wilayah baru di Asia, Afrika, dan Amerika. Peta-peta ini sering dibuat untuk mengatur jalur perdagangan dan kontrol wilayah.
5. Zaman Kontemporer (Abad ke-20 hingga Sekarang)
- Peta Tematik: Pada abad ke-20, muncul peta tematik yang fokus pada informasi spesifik seperti distribusi populasi, cuaca, atau sumber daya alam. Peta tematik digunakan dalam berbagai disiplin ilmu seperti epidemiologi, ekologi, dan ekonomi.
- Pemetaan Udara dan Satelit: Teknologi pemetaan mengalami lompatan besar dengan pengenalan fotografi udara pada awal abad ke-20, diikuti dengan penggunaan satelit untuk pemetaan bumi pada pertengahan abad ke-20. Data dari satelit memungkinkan pembuatan peta yang lebih akurat dan global.
- Sistem Informasi Geografis (GIS): Pada akhir abad ke-20, GIS memungkinkan pengolahan data geografis secara digital. GIS mengintegrasikan berbagai jenis data untuk menghasilkan peta yang interaktif dan dinamis.
- Peta Digital dan GPS: Saat ini, peta digital dan aplikasi GPS (Global Positioning System) seperti Google Maps dan Waze telah menggantikan peta kertas untuk kebutuhan sehari-hari. Teknologi ini memungkinkan navigasi real-time dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Ketika kita membahas peta, kita tidak bisa lepas dari pembicaraan tentang skala peta. Skala sangat penting dalam penyusunan peta karena akan mempengaruhi detail dari unsur-unsur permukaan bumi yang ditampilkan. Berdasarkan aturan pemerintah, skala adalah perbandingan antara jarak yang ada pada peta dengan jarak yang sama di dunia nyata. Skala ini memungkinkan kita mengukur jarak antara dua lokasi pada peta tanpa harus datang ke lokasi sebenarnya.
Skala juga sangat terkait dengan ketelitian peta. Ketelitian ini mencakup akurasi, kelengkapan, dan rincian data georeferensi dan tematik yang disajikan dalam peta, termasuk bagaimana simbol, warna, dan notasi digunakan untuk menggambarkan informasi tersebut.
Pemilihan skala peta tergantung pada apa yang ingin dicapai dengan peta tersebut. Peta dengan skala besar akan menampilkan detail yang lebih tinggi. Sebagai contoh, peta dengan skala 1:1000 dapat menggambarkan objek sekecil 1 meter x 1 meter, sementara peta dengan skala 1:5000 hanya mampu menggambarkan objek sekecil 5 meter x 5 meter. Selain itu, garis kontur pada peta skala 1:1000 akan lebih rapat dibandingkan pada skala 1:5000, sesuai dengan perhitungan interval kontur yang merupakan setengah dari skala peta.
Kesimpulan
Dari peta batu di zaman prasejarah hingga peta digital berbasis satelit saat ini, perkembangan peta telah mengalami perubahan signifikan. Teknologi baru terus mendorong kartografi menjadi lebih presisi dan efisien, membuat peta menjadi alat yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia untuk navigasi, penelitian, dan pengelolaan sumber daya.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa skala peta menentukan seberapa detail unsur-unsur muka bumi ditampilkan. Oleh karena itu, skala peta perlu dipilih dengan cermat sesuai dengan tujuan pemetaan, apakah membutuhkan detail tinggi atau sekadar untuk pengamatan umum seperti perubahan tutupan lahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H