Mohon tunggu...
Idam Davia
Idam Davia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Berdiri tegap dengan dalih, "From mother, for mother, and to mother".

Selanjutnya

Tutup

Seni

Tulungagung : Tradisi Cethe dan Budaya Kopi yang Unik

13 Desember 2024   17:44 Diperbarui: 13 Desember 2024   17:44 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : (Foto Kopi dan Cethe: https://www.instagram.com/p/BtbR8dyDd4C/?igsh=MXRuNmk2M3I4NDBucQ%3D%3D)

Tulungagung adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang terletak sekitar 154 km barat daya dari Surabaya. Secara geografis, Tulungagung memiliki topografi yang bervariasi, dengan bagian utara dan timur yang merupakan dataran rendah, sedangkan bagian selatan dan barat memiliki pegunungan, Tulungagung ini dikenal sebagai "Kota Cethe". Julukan "Kota Cethe" untuk Tulungagung berasal dari tradisi unik yang melibatkan penggunaan ampas kopi dalam menghias rokok. 

Istilah "cethe" sendiri dalam bahasa Jawa berarti ampas kopi, dan praktik ini menjadi bagian integral dari budaya masyarakat Tulungagung. julukan ini muncul karena banyaknya warung kopi di Tulungagung yang menyediakan kopi cethe, yang biasanya terletak di pinggir sawah. Kebiasaan nyethe dimulai dari para petani yang setelah bekerja di sawah sering mampir ke warung kopi untuk bersantai. Disinilah mereka mengembangkan tradisi mengoleskan ampas kopi ke rokok, yang tidak hanya menambah cita rasa tetapi juga memberikan sentuhan seni pada rokok yang mereka hisap. Tradisi nyethe telah ada sejak tahun 1980-an, ketika para petani dan santri mulai menggunakan ampas kopi untuk menghias rokok mereka. Kegiatan ini bukan hanya sekedar menambah rasa, tetapi juga menjadi sarana interaksi sosial diantara mereka.

Proses pembuatan cethe dimulai dengan menyiapkan ampas kopi. Ampas yang dihasilkan dari penyeduhan kopi ini dikeringkan dan dicampurkan dengan susu kental manis untuk mendapatkan konsistensi yang tepat. Campuran ini kemudian digunakan sebagai "cat" untuk menghias rokok. Alat yang digunakan untuk menggambar bisa berupa tusuk gigi, batang korek api, atau benang, atau benang, tergantung pada detail dan jenis motif yang diinginkan. Motif yang dibuat bisa sangat bervariasi, mulai dari pola sederhana hingga desain yang lebih rumit, mencerminkan kreativitas individu.

Di Tulungaung, jumlah warung kopi terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Berdasarkan data, pada tahun 2020, terdapat sekitar 1.702 warung kopi di wilayah ini, meningkat dari 1.692 unit pada tahun 2019 dan 1.671 unit pada tahun 2018. Bahkan, laporan dari paguyuban warung dan hiburan se-Tulungagung menyebutkan bahwa jumlah kedai kopi di seluruh kabupaten mencapai lebih dari 7.000 unit, dengan hampir setiap desa memiliki setidaknya satu warung kopi.

Dengan semakin banyaknya warung kopi, Tulungagung dikenal sebagai "Kota Marmer" dan juga sebagai "Kota Cethe", mencerminkan kecintaan masyarakat terhadap kopi dan budaya ngopi yang kental di daerah tersebut.

Penulis : Azza Insani dan Idam Davia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun