Mohon tunggu...
Ida Hutasoit
Ida Hutasoit Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Editor

Menulislah dengan hati. Menulislah karena cinta. Niscaya tulisanmu berguna.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Debat Capres Riwayatmu Dulu dan Kini: Sama-sama Gajebo!

15 Desember 2023   21:16 Diperbarui: 16 Desember 2023   21:04 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Rabu, 13 Desember 2023 lalu, debat capres Pilpres 2024 babak pertama digelar. Ditayangkan secara langsung di hampir semua stasiun televisi di Indonesia. Gelaran ini mengundang beragam respons dari masyarakat Indonesia. Mulai dari yang antusias, biasa-biasa saja, skeptis sampai dengan yang apatis.

Faktanya tidak dikit warga yang beranggapan debat capres kali ini tak membawa angin segar maupun perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya. Bagi yang apatis, mereka melihat ketiga capres yang maju dalam kontestasi pemilu tahun 2024 tidak mewakili kriteria ideal dan harapan mereka sebagai sosok pemimpin yang kapabel untuk membawa Indonesia pada keadaan yang lebih baik di masa mendatang.

Saya mungkin tergolong dalam kelompok yang merespons 'biasa-biasa' saja acara debat capres yang berlangsung kemarin itu. Alasannya, mungkin karena saya tidak mau terlalu berharap banyak. Ketimbang kecewa, ada baiknya menaruh ekspektasi saya di posisi "biasa-biasa" saja. Tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu di bawah. Dugaan saya pun terbukti, debat capres perdana lalu tak memberi kepuasan sama sekali. Belum terlihat greget dan perihal esensi di dalamnya.  

Dari awal saja, ajang debat sudah terlihat lebih mirip sebagai arena untuk saling serang dan sindir. Terutama antara capres no urut 1 dan nomor urut 2. Bahkan Anies menyerang Prabowo secara terang-terangan. 

Contohnya saat Anies membahas mengenai kualitas demokrasi yang nyerempet pada putusan MK yang secara etik salah untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres pendamping Prabowo. 

Lalu serangan itu dibalas Prabowo dengan mengungkit Anies berhasil menjadi gubernur DKI  Jakarta di 2017 bukan sebagai kader partai dan diusung oleh dua partai oposisi.

Setidaknya setelah menonton debat ketiga capres saya punya kesimpulan sementara. Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, terlalu banyak nyindir plus nyinyir macam orang lagi demo. 

Anies sepertinya juga senang bermain dan merangkai kata-kata indah. Rangkaian kata-kata indah yang lebih bersifat retorika, tapi jauh dari ketulusan dan kesungguhan. Terkesan lips service saja! Padahal rakyat sekarang sudah paham bahwa kata-kata indah saja tidak cukup. Itu sudah terlalu basi, Pak Anies!

Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto di beberapa momen terlihat sangat emosional.  Ini bisa menjadi boomerang buat kudu Prabowo lantaran dipersepsikan lain oleh publik. 

Ada baiknya besok-besok Pak Prabowo belajar menguasai emosi dan bisa menahan diri. Mampu menguasai emosi dengan baik adalah salah satu kualitas utama yang mesti ada dalam diri seorang pemimpin. Meski demikian, ada yang saya suka dari performa Pak Prabowo. Dia lebih lepas dan jujur, tidak retoris. Ini cukup menghibur, di tengah sosok Pak Ganjar yang kaku dan Pak Anies yang sedikit lebay.

Sementara Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, terlihat over confidence dan sangat jaga image. Tapi di sisi lain, saya justru belum melihat atau menemukan karakter dan 'warna' yang sebenarnya dari seorang Ganjar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun