[caption id="attachment_144054" align="aligncenter" width="450" caption="mereka jadi "kelinci percobaan"? "][/caption] Beberapa hari lalu saya membaca runing tex di TV tentang pernyataan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang pendidikan.  Harian Kompas, 24 Oktober 2011 juga memberitakan hal yang sama. Pernyataan beliau itu menyoroti soal kebijakan pendidikan yang katanya selama ini tidak berdasarkan riset. Logika saya sebagai orang awam langsung mengatakan, "Kalau bukan berdasarkan riset, berarti cuma coba-coba dong". Jadi selama ini kebijakan pendidikan itu dijalankan semata-mata berdasar 'trial and error'? Benarkah begitu? Kalau benar, terus kebijakan yang mana yang dimaksud? Apa mungkin semuanya cuma coba-coba? Kalau benar kebijakan pendidikan selama ini hanya coba-coba, berarti anak-anak saya dan anak-anak anda sudah jadi 'kelinci percobaan' dong. Wah gawat! Repotnya di lingkungan pendidikan tidak mengenal istilah malpraktek yang dilakukan guru seperti halnya di lingkungan kesehatan yang dilakukan dokter. Jadinya kita gak mungkin nuntut guru kalau setelah sekolah anak-anak kita tiba-tiba malah jadi pemurung padahal sebelumnya periang. Kita gak mungkin minta pertanggung jawaban guru kalau setelah sekolah anak-anak kita malah jadi semakin bodoh padahal berdasarkan tes IQ sebetulnya mereka borpotensi cerdas. Kalau di lingkungan pendidikan tak dikenal istilah malpraktek, lalu bagaimana soal pernyataan pak Wakil Menteri Pendidikan & Kebudayaan itu?  bagaimana yang selama ini telah berlaku itu harus dipertanggung jawabkan? Pak Mendikbud dan para wakilnya, kami para orang tua yang masih punya anak-anak yang harus bersekolah mohon penjelasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H