Mohon tunggu...
Ida Basarang
Ida Basarang Mohon Tunggu... lainnya -

Ramah? Sangat, untuk mereka yang tidak mengenal saya. Judes? Sangat untuk mereka yang hidup seatap dengan saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Karena Engkau Adalah Mama

23 Desember 2013   14:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13877860871687017689

No. : 232

Nama : Ida Basarang

Untuk Mama

Mama sedang apa? Terbangun di tanggal 22 bulan Desember, hari ibu, sosok Mama mampir dialam sadarku. Terbayang Mama didapur menyalakan tungku dari kayu. Ah tidak, sejak jasad Papa tak lagi bersama kita tungku kayu bakar jadi jarang berasap, kecuali untuk memasak air itupun saat ada persediaan kayu bakar. Karena hanya Papa yang rutin membawa kayu bakar untuk Mama pakai memasak. Sekarang Mama hanya mengandalkan kompor gas. Dan hebatnya Mama sekarang bisa memasang sendiri tabung gas 3 kg. Kata Mama, tanpa Papa akhirnya Mama bisa memasang tabung gas, seperti biasa tanpa beban Mama mengatakannya. Entahlah Mama benar-benar ikhlas melepaskan Papa atau hanya menenangkan kami. Mama sudah masak apa saja? Tiba-tiba aku ingin ada di meja makan menikmati sarapan yang Mama siapkan untuk kami. Bersama Mama tentunya. Sambil bercakap apa saja tentangku, tentang adik-adik, tentang kakak, tentang keluarga kami, tentang teman-teman Mama atau murid-murid Mama. Tidak jarang kita bercerita tentang keadaan jamaah masjid yang ditinggalkan Papa. Selalu ada topik menarik menemani kita menghabiskan suap demi suap makanan yang selalu sedap tanpa penyedap.

Rutinitas pagi Mama berikutnya seperti hari-hari biasa lainnya. Bedanya hari ini hari minggu, Mama akan berlama-lama menikmati liburnya bersama ayam-ayam peliharaannya. Juga bunga-bunga dan tanaman sayur dihalaman kita yang luasnya cuma sekitar 1,5 x 5 meter tanpa harus terkejar waktu untuk menunaikan kewajiban memberikan pendidikan dan pengajaran di SD dekat rumah. Ketika kami, anak-anak Mama, pulang Mama dengan bangga menyajikan lauk ayam hasil ternak Mama. Mama juga dengan bangga menceritakan kekaguman tetangga melihat kelor, jeruk purut, bayam, seledri, kucai, lombok dan bawang prei yang tumbuh subur di halaman diantara kembang kertas yang bermekaran. Ayam, halaman sepetak dan tanamannya adalah pelampiasan kesepian Mama tanpa Papa dan kami-kami di sisimu. Dulu, tanpa kami Mama tidak terlalu merasakan kesepian. Ada Papa yang selalu Mama tunggu kepulangannya di setiap sore, kembali dari kebun atau sawah memperjuangkan rezki halal untuk kita, Mama dan kami anaknya. Tapi beliau meninggalkan kita, meninggalkan Mama dan tidak akan kembali.

Mama maafkan aku

Sekarang tanggal 22 Desember, ingatkah Mama hari apa ini? Hari Ibu, Ma. Mama pun tidak peduli adakah kami anak-anaknya mengucapkan selamat hari ibu atau tidak. Toh Mama juga tidak ingat hari ini adalah hari ibu. Karena hari ibu itu setiap hari untuk Mama. Hari yang selalu berat mengusahakan kebaikan untuk kami. Tapi tidak ada beban yang Mama tampakkan disudut muka atau keluh kesah mengalir tak terkontrol dari bibir Mama. Padahal sepanjang pagi dan siang Mama harus bergelut dengan anak-anak orang lain. Anak-anak yang dititipkan orang tuanya ke sekolah untuk Mama dan kawan-kawannya didik. Sampai ke rumah Mama harus kembali fokus keurusan kami dengan berbagai masalah. Menambah beban pikiran Mama. Ma, pagi ini kubuka akun media sosialku, facebook, twitter, dan path. Postingannya sama, ucapan selamat untuk ibu mereka. Happy Mothers day, kata mereka, ditambah kata-kata puitis lainnya, ucapan terima kasih, permohonan maaf, harapan dan doa untuk Ibu, Mama, Mami, Indo, Omma, Mom, Mak, Mother, atau apapun sebutannya. Bagiku mereka itu hanya buang-buang waktu, Ma. Adakah ibu-ibu mereka juga punya akun media sosial untuk membaca postingan anak-anak mereka yang memenuhi beranda. Ataukah apa yang mereka tulis telah tersampaikan lewat telpon paling tidak sms ke Ibu mereka. Aku yakin hanya sebagian kecil yang benar-benar mengucapkan langsung. Dan sebagian besar hanya mengikuti trend, berhari Ibu, membuat status palsu diakunnya. Aku berbeda dengan mereka Ma, tidak ada satupun postingan tentangmu, Ma, hari ini. aku minta maaf karena hari Ibu ini bukan ucapan selamat, maaf, terima kasih, harapan dan doa yang kusematkan untukmu. Bukan karena aku tidak mampu meramu kata-kata indah seperti mereka. Bukan pula karena aku tidak berterima kasih dan berhutang padamu. Hari ini aku ingin mencercamu. Aku ingin engkau tahu aku menyimpan dendam dan marah untukmu dalam diamku. Maafkan aku

Tahukah Mama, kadang-kadang aku membencimu. Mama pilih kasih. Mama tidak pernah tahu apa yang aku inginkan. Mama hanya memenuhi semua permintaan kakak dan adik-adikku. Tidakkah mama tahu, berkali aku hanya menelan ludah disertai linangan air mata setiap mama mengabulkan permintaan mereka di depan mataku.Tidak tahukah mama betapa tekoyaknya hatiku. Tidakkah mama bisa membaca keinginanku tanpa harus aku meminta. Mengapa mama tidak tahu sifat kami sangat berbeda. Tahukah mama kadang aku ragu ibu dan anakkah kita, tapi kemiripan kita selalu membantah keraguan itu. Tapi keadilan Mama tidak menunjukkan hubungan darah antar kita. Bukankah kita berenam, mama, kakak, aku dan tiga orang adikku, ibu dan anak? Mereka selalu bisa membujuk Mama untuk memenuhi kebutuhannya sementara aku tidak bisa bermanis-manis, mengibakan hati Mama. Sementara beragam keinginan juga dihatiku. Keinginan yang harus terhanyut air mata dan tidak mampu terucap karena kondisi keuangan Mama dan Papa yang pas-pasan. Yah, aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan apa yang kubutuhkan karena melihat kondisi saat itu. Aku lebih memilih menyisihkan uang jajanku untuk membeli apa yang kuinginkan. Tapi aku tersiksa melihat saudara-saudaraku dengan gamblang bercerita tentang apa yang mereka ingini ke Mama. Dan Mama selalu mengiyakan permintaan mereka. Sekalipun harus meminjam ke tetangga. Karena engkau adalah Mama, selalu punya cara untuk memenuhi kebutuhan kami, kebutuhan sekolah. Dan aku membenci itu, Ma. Bukan! Aku membenci Mama karena lemahnya hati Mama. Karena engkau adalah Mama, maka hatimu sangat lemah untuk kami. Aku berbeda dengan Mama tentang semua kelemahan hati. Aku ingin sesekali Mama berkata tidak untuk saudara-saudaraku. Aku ingin Mama berpikir sepertiku. Kebutuhan yang masih bisa untuk tidak dimiliki, misalnya buku-buku kuliah yang masih bisa memanfaatkan kebaikan teman, perpustakaan alias pinjam, atau memanfaatkan jasa fotokopi kenapa harus dipaksakan untuk dimiliki. Atau untuk memiliki barang-barang kebutuhan sendiri kenapa Mama tidak berkata kamu harus mengumpulkan uangmu sendiri. Bukankah itu lebih mendidik dari pada hanya membelikan. Yah, karena engkau adalah Mama yang selalu berusaha memberikan pendidikan terbaik untuk kami.

Mama memang benar-benar egois. Mama menjerumuskanku ke sekolah yang sangat tertinggal. Waktu itu aku tamat SD, Mama dan Papa memutuskan aku harus masuk ke Madrasah Tsanawiyah. Sekolah yang hanya terdiri atas tiga ruang kelas, satu mushallah dan satu ruang guru, siswanya tidak mencapai seratus orang untuk tiga kelas. Sementara ada SMP dengan fasilitas lengkap tapi Mama tidak ingin aku bersekolah disana. Sama saat SMA, Mama dan Papa selalu punya pilihan untukku. Padahal aku juga ingin memilih seperti teman-temanku yang lain. Tidak ada pilihan selain menjalankan dengan ikhlas, semoga kelak ada kebaikan dikemudian hari.

Ma, itulah pikiran kekanakanku dulu. Pikiran yang tidak mampu melihat kebaikan disetiap keputusanmu. Pikiran yang hanya menyimpulkan asal dari tindakmu. Pikiran yang menyesatkan hatiku untuk cintamu, keadilanmu dan kasih sayangmu. Adakah engkau punya maaf untuk setiap cacian hatiku? Engkau selalu berkata, sebelum kalian, anak-anakku, meminta maaf, Mama sudah memafkan. Mama tidak pernah punya dendam, Mama tidak pernah menyimpan sedikitpun sakit hati. Seperti apapun kami bersikap sampai menggores luka perih dihatimu dan mengalirkan air mata sedih. Engkau selalu menyayangi kami. Engkau selalu bersusah hati memikirkan kami. Engkau selalu melakukan yang terbaik untuk kami. Karena engkau adalah Mama.

Hari ini aku ingin berterima kasih, terima kasih yang tak sebanding dengan perjuanganmu. Terima kasih untuk tidak membiarkanku memilih sendiri. Terima kasih untuk semua keputusan yang engkau buatkan untuk aku. Berkatmu, kini aku bisa bertahan untuk semua masalah. Kini engkau bisa mengandalkanku menjadi teman diskusi tentang keluarga kita setelah Papa pergi. Terima kasih Mama telah mempersiapkanku dengan baik. Terima kasih telah memberiku nama Mujahidah, pejuang wanita, sehingga bisa berjuang paling tidak untuk hidupku sendiri tanpa harus membebanimu dalam hal biaya. Terima kasih untuk tidak memenuhi setiap keinginanku, meskipun sebenarnya engkau tahu mauku. Terima kasih untuk kekuatan doa yang tak henti. Terima kasih atas segala yang engkau lakukan untuk kami. Dan yang terpenting adalah terima kasih telah merawatku dalam rahimmu, sehingga aku terlahir menjadi anakmu.

Sekarang tanpa Papa engkau akan mengemban beban dua kali lebih berat. Tapi tak masalah buatmu. Karena engkau adalah Mama. Wanita hebat dianugerahkan untuk kami anak-anakmu. Wanita kuat yang dijadikan jodoh dunia akhirat untuk Papa, suamimu. Kematian Papa tidak membuatmu terpuruk dan mengehentikanmu berjuang untuk kami. Karena merawat kami adalah janji Mama ke Papa saat Papa berjuang di sakaratul mautnya. Mama dan Papa berjanji untuk kembali bertemu di pintu surga, kemudian melenggang bahagia bersama anak dan keturunannya menuju kebahagiaan abadi yang dijanjikan Allah SWT. Semoga kami bisa menjadi anak sholeh dan sholehah untuk mewujudkan janji Mama dan Papa. Semoga Allah menganugerahkan kekuatan, kesabaran, dan kesehatan untuk Mama, dan Mama-Mama yang berjuang untuk kebaikan dunia akhirat untuk anak-anaknya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Selamat hari Ibu,

Ibu adalah matahari kehidupan

Bukan rembulan karena pancaran terangnya palsu

Tanpa engkau kehidupan terhenti

Pancaran sinar kasihmu

Mencipta kehangatan

Menghadirkan semangat untuk dunia

Karenamu siklus kehidupan terus berlanjut

Untukmembaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakanlink akun Fiksiana Commnuity sebagai berikut ini : http://www.kompasiana.com/androgini Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community: http://www.facebook.com/groups/175201439229892/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun