Mohon tunggu...
Ida Ratna Isaura
Ida Ratna Isaura Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mahasiswi Universitas Airlangga, suka browsing, membaca, menulis puisi, menyukai hal-hal yang menarik dan agak sinting - I admire my self -

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kalah Start Menang Finish

21 Juni 2012   04:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:43 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13402525731336698513

Happy ending itu berarti semua bahagia. Tidak hanya aku, melainkan juga yang lain. Benarkah seperti itu? Apakah selalu seperti itu?

Dini hari, kau menyalakan televisi. Lihatlah, Belanda telah kalah. Lalu siapa pemenangnya nanti? Apakah Jerman, Spanyol, atau Italia tim kesayanganmu? Siapapun itu, sang pemenang tentu bahagia. Mereka akan bergembira dan merayakan keunggulan. Lalu bagaimana dengan Belanda? Apakah kekalahan itu adalah happy ending mereka? Apakah itu yang mereka harapkan? Tentu tidak. Lalu bagaimana bisa semua bahagia seperti katamu?

Hidup itu persaingan. Di hutan rimba saja ada persaingan, apalagi di dunia manusia. Dan manusialah yang paling merasakan kompleksitas dari persaingan itu. Ini lebih dari sekedar ikan-ikan besar memakan ikan-ikan kecil. Ini adalah kita, manusia, dengan segala rasa sakit yang bisa muncul secara tiba-tiba. Ini adalah aku, yang mencintaimu lebih dari sekedar naluri, yang ingin memilikimu lebih dari sekedar perasaan ingin mendepak perempuan-perempuan.

Setiap lelaki akan menganggap dirinya matahari. Memiliki cahaya yang sanggup menyinari planet-planet. Sedangkan perempuan menganggap dirinya bulan yang setia mengelilingi bumi. Dia memiliki sinar meski hanya sinar pantulan. Terkadang ia sabit, terkadang ia bersinar separuh, terkadang ia purnama. Tapi bulan memperlihatkan tubuh redupnya hanya di malam hari. Karena dia ingin bumi melihatnya dari sisi perempuannya yang paling cantik. Saat dia bersinar, saat dia indah diantara bintang-bintang. Aku selalu berharap kau adalah bumi, bukan jupiter atau planet lain yang punya banyak bulan yang mengelilinginya.

Sedangkan cinta itu ibarat piala. Akan kau berikan piala itu pada yang menang. Dan hanya kepada yang menang. Persaingan memang begitu, kau tak perlu merasa sungkan lalu menghibur mereka yang kalah dengan memberikan piala tiruan. Hal yang sudah jelas dan terang-benderang saat ini adalah perlombaan telah usai, dan nama pemenang sudah diumumkan. Maka jika ada yang merasa masih ngotot ingin bersaing atau berkoar-koar memaki sang pemenang, atau bahkan berusaha mencuri piala, tentu kau dapat mengira-ngira bagaimana kualitas moral, niat dan cara mereka dalam bersaing.

Jika faktanya aku kalah start menang finish, lantas mengapa? Apa kau akan menganggapku sebagai pemenang yang tidak punya perasaan? Janganlah begitu. Kau tahu aku punya perasaan. Kau tahu aku punya perasaan padamu dan aku tidak menggunakan cara-cara kotor dan licik untuk bisa memenangkan hatimu. Maka setelah memenangkanku, hargailah aku sebagai pemenang yang baik.

Dan mengenai happy ending itu, aku ingin kau tahu, han, bahwa kau adalah happy ending-ku. Apa happy ending-mu?

Bonus curcol :

Dalam hidup yang menyerupai sinetron, sebenarnya segalanya sudah indah adanya. Tapi selalu, ketika tokoh utama mencintai seseorang sebagai kekasih, tak lama setelah itu datanglah tokoh antagonis. Dia adalah tokoh yang diciptakan untuk menjadi kalah dan jahat. Kejahatannya nyaris abadi dan tokoh utama selalu lugu dan dungu di awal cerita.

Ah, tapi ini ceritaku dan aku diberi kebebasan untuk melanjutkan cerita dengan caraku sendiri. Lupakan tokoh antagonis. Biarkan saja dia berteriak seperti orang gila atau memberondong peluru tanpa henti. Memang begitulah dia diciptakan. Selalu kalah dan jahat. Lalu bagaimana dengan tokoh utama? Tokoh utama sudah menang dan tidak peduli lagi dengan kemenangan atau kekalahan. Jika piala hilang, biarlah hilang. Tokoh utama bisa casting dan ikut lomba lagi. Yang pastinya, jadi tokoh utama lagi. Kalau tokoh antagonis merasa hampa dan tidak punya kawan acting, bolehlah mendaftar sebagai figuran.

Sudah ya, saya tidak berniat membuat curcol lanjutan untuk melulu membahas kejahatan seseorang yang kalah saing. Saya akhiri curcol ini dengan hamdalah dan happy ending.

[caption id="attachment_183811" align="aligncenter" width="300" caption="gambar imvu - dok pribadi"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun