Mohon tunggu...
ida widiastuti
ida widiastuti Mohon Tunggu... Pustakawan - sedang belajar menulis jejak

Ketika Mulut Berganti Pena, Ketika Bicara Berganti Tinta. Pergi di 2015 ....kembali di 2022. Hampir sewindu berkelana.. meski terkaget dengan tampilan kompasiana 4.0 . Kini aku pulang...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rindu

18 Februari 2010   01:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:52 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di suatu kesempatan, suami bercerita tentang teman-teman SD, yang kini sudah beranak pinak di kampung halaman. Hanya beberapa saja yang keluar kampung, dan merubah nasib keluarganya menjadi lebih baik. Tidak sampai menghabiskan 10 jari untuk menghitung teman-temannya yang berani bergerak keluar.Selebihnya menikah di usia muda, punya anak, jadi petani, ngarit, merabot, ngangon sapi, tandur di Sawah dan menjalani hidup khas desa, mengalir pelan dan mendayu. Putaran waktu yang bergegas di belahan bumi lain, seolah masuk dalam kotak sehingga ia tak banyak merubah wajah gedung SD-nya di angka 27 tahun sejak saat pertama kali menapakan kaki di halaman gedung yang dulu terasa berdiri kokoh berkharisma. Ingatanku pun melayang, ke sebuah sudut di Desa Sukatani Garut. Bangunan SD-ku!! hatiku tergetar mengingatnya......

Terakhir melihatnya di Oktober 2009, Dulu bangunan itu terasa tinggi dan luas namun di usia 32 tahunku, sosoknya menjadi tidak terlalu tinggi. Bangunan lama masih seperti dulu. Ruang kepala sekolah Pak Karman yang sekaligus ruang Perpustakaan, Ruang kelas yang lantainya lebih tinggi dari lainnya, sekaligus jadi panggung yang semarak bila acara kenaikan kelas, ruang guru, ruang kelas sampai ke ujung untuk kelas 6, satu ruang kelas di bawah untuk kelas 1 yang bergantian dengan kelas 2,lapangan yang dulu terasa sangat luas, kini tidak lebih dari sebidang tanah 200 meteran tempat dulu kami upacara. Dan di depan lapang 3 rumah dinas yang dulu di tempati Pak Apon guru wali kelas 6 ku yang sangat bersahaja, Bu Wawang, dan Bu Eneng, sekarang hanyalah seonggok bangunan tua yang tak terurus. Terharu, pilu, melihat setiap sudutnya. Di sinilah awal belajarku, tempaan guru-guru yang kucintai. Mereka adalah pembuat maha karya yang menorehkan berlaksa pengalaman, ilmu, yang tak mungkin lekang di makan jaman. Ah..betapa rindu menggulung kalbu ...guru-guru tercinta, kampung halaman, dan berpuluh sahabat kecil yang entah bagaimana takdir menemanimu....

Sementara kehidupan membawaku hampir ke ujung Timur pulau Jawa, menjelajahi bagian bumi lainnya, mencermati banyak peristiwa, menikmati banyak perubahan, pun berjuang bersama ujian.

Begitulah kehidupan pada akhirnya, berputar laksana roda, bergerak tak pernah berlama-lama di suatutitik. Dan waktu memperlihatkan sifat aslinya, berputar cepat, meninggalkan kerugianbagi yang tak sudi mengikuti sunnah dan aturanNYA. Ah..Rabbi semoga suatu saatKAU beri kesempatan jiwa raga kembali mencium aroma tanah sawah, merasakan dingin mata air kampung di kaki gunung itu,  menyapa  guru-guru tercinta di masa- masa tuanya, …..bercengkrama dengan sahabat kecil di masa dewasanya....hingga rindu pilu yang menggulung ini sirna...

Demi waktu. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, orang-orang yang beramal sholeh, dan saling mengingatkan untuk berbuat yang benar dan bersabar” (Q.S Al Ashr :1-4)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun