Brrr..., senja yang dingin di akhir Desember. Sang Bagaskara mulai memasuki peraduan. Lembayung memeluk bumi dengan manisnya, membawaku pada angan hangatnya pelukmu masa lalu. Ku selinapkan jemari di saku sweater ungu favoritmu, sweater couple aku dan kamu. Kamu, ahh! Kamu ...
Jemariku yang mulai kedinginan beralih mencari kehangatan dari cangkir kopi di meja rotan di depanku. Rasa hangatnya menjalar ke seluruh tubuhku. Kuresapi nikmatnya minuman berwarna hitam dengan aroma nangka ini. Kupejamkan mata, sengaja kubiarkan lamunanku membawaku pada kisah di masa silam. Sewindu yang lalu.
***
Kok kebangeten men
Sambat blas ra ono perhatian
Jelas kubutuh atimu, kubutuh awakmu
Kok kebangeten men
Loro ati iki (yo)
Tak mbarno karo tak nggo latihan
Sok nek wis oleh gantimu, wis ra kajok aku
Mergo wis tau, wis tau jeru (sing penting wis tau)
Mbiyen aku jek betah (asek), suwe-suwe wegah
Nuruti kekarepanmu sansoyo bubrah (yo-oh-oy)
Mbiyen wis tak wanti-wanti, ojo ngasi lali
Tapi kenyataannya pergi
Kartonyono ning Ngawi medot janjimu
Ambruk cagakku nuruti angan-anganmu
Sak kabehane wis tak turuti
Tapi malah mblenjani (yo-yo-yo)
........
Kartonoyono Medot Janji-nya Deni Cak Nan menemaniku sepanjang perjalanan Monumen Suryo. Sebentar lagi pikirku, hmmm ...Aku bisa menikmati peraduanku yang istimewa. Kamar yang berantakan, kasur yang mulai terasa pegasnya karena sudah lama kupakai, dan aroma bantalku yang tiada duanya. Rasanya sudah tidak sabar ingin cepat membaringkan raga ini di sana. Larut aku dalam lamunan sampai tak sadar diri ini ada lelaki yang sedang menata pantat untuk duduk di sampingku.
"Permisi mbak. ada yang duduki?", Tanya seorang pria dari samping kiri sambil menunjuk kursi di sebelahku.
"Kayaknya kosong deh mas.", Jawabku ketus sambil melempar kembali pandanganku ke kaca jendela bus di sebelah kananku. Udah tau kosong masih nanya, gerutuku dalam hati.