Sudah bukan rahasia lagi bahwa Indonesia sedang menggaungkan cita-cita besar untuk memaknai Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang ke-100 nanti.
 Didukung oleh fenomena dominannya jumlah sumber daya manusia Indonesia di usia-usia produktif yang dikenal dengan fenomena bonus demografi, Indonesia menggaungkan cita-cita besar dalam bentuk visi "Indonesia Emas 2045" yang konkret dituangkan dalam sebuah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang disusun oleh Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) dengan tujuan mewujudkan Indonesia sebagai "Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Visi ini juga turut didorong gagasan Presiden Indonesia ke-7, Presiden Joko Widodo yang termaktub dalam "Impian Indonesia 2015-2085".Â
Isi dari gagasan tersebut kemudian berupaya diwujudkan ke dalam visi Indonesia Emas 2045 dengan sasaran utama (1) Pendapatan per kapita setara negara maju, (2) Kemiskinan menuju 0% dan ketimpangan berkurang, (3) Kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat, (4) Daya saing SDM meningkat, dan (5) Intensitas emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menurun menuju net zero emission.Â
Visi besar tersebut tentu saja tak terhindar dari berbagai tantangan dalam usaha mewujudkannya, salah satunya adalah kapabilitas dari sumber daya manusia Indonesia yang akan menjadi penggerak utama Indonesia menuju kemajuan.Â
Menurut artikel yang berjudul "Indonesia  Cegah Stunting, Antisipasi Generasi Stunting Guna Mencapai Indonesia Emas 2045" yang diterbitkan pada tahun 2021 oleh laman resmi Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, dikatakan bahwa stunting akan menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045 karena dapat mengganggu perkembangan fisik dan kognitif anak-anak yang akan menjadi angkatan kerja pada masa-masa menuju tahun 2045.Â
Pemerintah sendiri sudah melaksanakan berbagai upaya untuk bisa menangani besarnya angka stunting dan mencegah terjadinya kasus-kasus stunting baru, misal dengan pendampingan kepada calon pengantin dengan program siap nikah, pemberian makanan tambahan (PMT), pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TP2S), kebijakan yang mengatur penggunaan dana desa, dan lain sebagainya.Â
Namun, menurut data Kementrian Kesehatan, angka stunting di Indonesia pada tahun 2023 masih cukup besar, yaitu 21,5 persen, masih belum mencapai target dari World Health Organization (WHO) yaitu tidak lebih dari 20 persen. Upaya penurunan angka stunting di Indonesia memerlukan kolaborasi dan sinergi dari berbagai pihak, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementrian, lembaga pemerintah yang relevan, perusahaan swasta, maupun dari masyarakatnya sendiri.Â
Kegiatan sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh TP2S, tidak akan berdampak terhadap penanganan stunting, apabila dari masyarakatnya sendiri masih resisten, tidak menghiraukan dan seakan tidak peduli dengan adanya risiko memiliki anak yang terindikasi stunting. Oleh karena itu, TP2S juga harus kreatif dalam mengajak berbagai pihak termasuk masyarakat sendiri untuk sadar dan peduli dalam mencegah bertambahnya angka stunting dan menurunkan tingkat stunting di Indonesia.Â
Di Desa Sukojember, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember contohnya. Pada hari Senin, 19 Agustus 2024 telah diadakan sosialisasi dan penyuluhan percepatan pencegahan dan penanganan stunting yang diinisiasi oleh mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok 223 KKN Kolaboratif 3 Kabupaten Jember yang bekerja sama dengan Pemerintahan Desa Sukojember, Pondok Bersalin Desa, dan Balai Keluarga Berencana (KB) Kecamatan Jelbuk. Di kegiatan ini, mahasiswa KKN mengajak seluruh pemangku kepentingan di Desa Sukojember untuk lebih masif peduli terhadap pencegahan dan penanganan stunting.
 Kegiatan dimulai dengan penjelasan Bapak Alfin Horison dari Balai KB Kecamatan Jelbuk mengenai pentingnya peduli terhadap pencegahan dan penanganan stunting dengan memaparkan data stunting di Kabupaten Jember dan Kecamatan Jelbuk yang masih perlu sekali diperhatikan penanganannya. Pak Alfin juga menyampaikan sebuah program yang disebut dengan dapur sehat atau disingkat Dashat yang diharapkan bisa menjadi panduan pemenuhan gizi keluarga.Â
Kader posyandu dan kepala-kepala dusun di Desa Sukojember pun turut menjadi peserta di kegiatan ini dan diharapkan mereka bisa menjadi inisiator dan katalisator pencegahan dan penanganan stunting di lingkungan mereka masing-masing. Di kegiatan ini, mahasiswa dari Kelompok 223 KKN Kolaboratif  Kabupaten Jember mengenalkan sebuah inisiasi yang disebut Taman Gizi.Â