Mohon tunggu...
F.Nugraha
F.Nugraha Mohon Tunggu... Guru - Student

Islamic Philosophy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Tuman" di Budaya Milenial

14 Maret 2019   00:18 Diperbarui: 14 Maret 2019   00:46 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hal yang aku lihat baru-baru ini membuat sedikit otak yang pada awalnya masih bekerja lamban, dipaksa untuk bekerja lebih. Hal itu merupakan efek dari khalayak milenial yang sangat gandrung dengan gambar meme untuk kemudian dipost menjadi status mereka di media sosial, terutama di whats app.

Dari dulu hingga sekarang gambar meme memang sangat menarik karena mudah dipahami dan identik dengan kelucuanya walau terkadang itu bisa menjadi peluru sarkastik bagi beberapa orang. Seperti halnya gambar meme dengan foto artis maupun para pejabat yang ditambah dengan tulisan yang lucu dan unik.

Namun disini ada yang sedikit berbeda, ada gambar meme yang memiliki karakter kata dan ilustrasi yang menarik. Sebenarnya apa sih yang membuat mereka sangat begitu terlena dengan gambar meme tersebut. Mungkin karena sangat mewakili dirinya baik secara ide, perilaku, maupun gagasan, atau mungkin gaya mereka sehari-hari sehingga khalayak milenial ini sangat greget sekali sama gambar meme dengan ciri khas yang satu ini.

Sekilas tampak sederhana. Hanya ada dua ilustrasi gambar orang, yang satu menampar yang lain. Selain itu, disusupi kata-kata diatasnya, dan diakhiri dengan kata pamungkas yaitu "TUMAN". Menarik sih, karena kata dalam meme tersebut bisa diganti sesuai dengan kebiasaan nakal mereka, kemudian diakhiri dengan kata TUMAN yang wajib ain ada. Inilah yang membuat meme ini sangat marak diumbar.  

Kenapa kata Tuman terlihat menarik? Secara istilah kata tuman menurut kamus akbar bahasa Indonesia kita tercinta itu adalah suka, gemar. Dengan kata lain Kebiasaaan nakal yang sering dilakukan(nakal tapi masih dalam batas kewajaran). Kata ini biasanya diutarakan sama orang tua ketika memarahi anaknya yang nakal pas waktu kecil, biasanya bilang gini,," Terusno,,Tuman yo!" (teruskan, seneng kamu ya,,! Sambil njewer kuping anak itu) .

Dalam sisi pandang yang lain, ilustrasi orang yang menampar satu sama lain dianggap sebuah kekerasan yang dianggap terwadahi dalam gambar itu sehingga dianggap kekerasan (seperti di gambar meme itu) menjadi hal yang biasa. Hal ini menjadi persoalan jika tidak ditanggapi secara bijak.

Lagipula, meme tersebut hanya untuk kalangan remaja secara umum yang telah mengerti bahwa kekerasan dalam bentuk apapun adalah hal yang negative yang tidak patut dilakukan dan saya rasa semua remaja pasti sadar akan hal tersebut. Toh kata yang disisipkan juga kontekstual dengan kehidupan remaja. Akan tetapi, kalau gambar tersebut dilihat anak dibawah umur, itu soal lain. Tak semestinya mereka melihat kekerasan, kalaupun melihat harus ada pemahaman baik dari orang tua atau orang terdekatnya.

Sederhananya meme tetaplah meme, ia adalah budaya. Negative atau positif kembali bagaimana cara kita memandangnya. Karena ia selalu beriringan. Yang jelas  asas manfaat dan mudharat patut dibuat pijakan, pasti semua akan baik-baik saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun