Diawali pertemuan tak sengaja, lantas kecurigaan yang berbuah kepercayaan satu sama lain. Kejadian ini berujung pada Edward yang akhirnya bisa kembali berubah jadi manusia normal. Inilah yang membuat "Daybreakers" menjadi berbeda dari film bertema vampir kebanyakan.
Meski masih ada elemen stereotype seperti busur dan panah untuk membidik vampir ataupun terapi sinar matahari yang mampu meluluhlantakkan vampir hingga tak berbekas, diluar itu karya kedua The Spierig Brothers menyegarkan di tengah beragam pengulangan beragam genre yang kita simak di layar bioskop setiap hari.Â
"Daybreakers" menjadi bukti bahwa materi menarik ketika berada di tangan yang tepat bisa menjadi 'sesuatu'. Materi yang ditulis sendiri The Spierig Brothers diolah dengan matang, dengan selipan aksi disana-sini, dengan pengembangan karakter yang logis plus ketegangan yang terjaga.
Di luar stereotype yang dipunyainya (mungkin karena The Spierig Brothers memang tak bisa menghindar dari itu), kelemahan terbesar justru ada pada departemen akting.
Hawke yang cemerlang dalam dwilogi "Before Sunset/Sunrise" (arahan Richard Linklater) seperti malas mengolah tubuh. Padahal karakternya sungguh asyik buat dieksplorasi. Akibatnya ketika berhadapan dengan aktor senior seperti Dafoe, aura Hawke dilibas oleh kharisma Dafoe.
Berbeda dengan Hawke, Dafoe malah terlihat seperti menikmati betul perannya kali ini. Ia rileks dan memain-mainkan karakternya dengan lentur.
Dengan "Undead" dan "Daybreaker", selayaknya Hollywood kembali waspada dengan invasi Australia. Karena kali ini mereka datang dengan darah!
*tulisan ini sudah pernah dimuat di buku 101 Movie Guide edisi I 2013.
Ichwan Persada adalah sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H