Ada Apa dengan Larry Hall?
Tahun 1990-an. Pagi yang biasa di kota kecil di Polewali [kini Sulawesi Barat] mendadak heboh. Segerombolan pemuda tertangkap. Mereka digunduli dan diarak cuma dengan mengenakan celana dalam. Buat masyarakat, bisa jadi itu pembalasan yang tak akan setimpal dengan perbuatan mereka memperkosa seorang gadis remaja beramai-ramai.
Saya tak akan bisa melupakan memori itu. Dan memori itu seperti terbersit kembali setelah bertemu pemuda biasa bertubuh gemuk bernama Larry Hall. Posturnya tinggi besar, wajahnya biasa saja namun ia diyakini melakukan perbuatan luar biasa: tak hanya memperkosa belasan gadis remaja namun sekaligus membunuhnya.
Larry Hall adalah tokoh nyata yang melakukan perbuatan kejinya juga di tahun 1990-an. Perbuatannya terkuak ketika ia tertangkap di tahun 1995 setelah menculik, memperkosa dan membunuh Jessica Roach 2 tahun sebelumnya. Diam-diam Larry mengulangi perbuatannya layaknya pembunuh berseri dan diam-diam pula penegak hukum mencoba membongkar kasusnya.
Kisah Larry Hall yang membuat bulu bergidik ini dimuat dalam miniseri yang tayang di Apple TV, "Black Bird". Dituturkan dari kacamata James Keene yang ditangkap karena penyalahgunaan narkoba dan mesti mendekam 10 tahun di penjara. James dan Larry seperti hidup di dunia yang berbeda. James yang tampan hidup mewah, gemar berpesta dan mencumbu banyak perempuan. Sementara Larry menghabiskan hidupnya dalam kebosanan dan akhirnya mencari keasyikan baru dalam hidupnya: menculik, memperkosa dan membunuh banyak perempuan muda.
Nasib mempertemukan keduanya di penjara. Dalam sebuah misi khusus, James ditugaskan untuk mengungkap kecurigaan agen FBI atas Larry. James tentu saja menolak mentah-mentah. Meskipun hidup bergelimang dosa, ia tak pernah sedikitpun membayangkan akan berurusan dengan seseorang sebiadab Larry. Namun janji untuk bebas sekejap setelah menyelesaikan tugasnya membuat James akhirnya mau melakukannya.
Dalam hidup, kita mungkin akan mudah meyakini James yang tampan, dengan tubuh yang liat sebagai penjahat dan akan susah mengindentifikasi Larry justru sebagai penjahat sesungguhnya. Persepsi selalu dipermainkan dalam kehidupan bermasyarakat. Persepsi juga mungkin akan membuat kita berpikir bahwa James akan mudah "bersahabat" dengan Larry setelah tahu segala perbuatan yang dilakukannya. Tapi sesungguhnya kita tak pernah betul-betul tahu apa yang dipikirkan manusia. Kita tak pernah betul-betul memahami hati manusia.
Dalam sebuah adegan, Taron Egerton yang berperan sebagai James memperlihatkan emosi berlapis-lapis ketika Larry menceritakan segala petualangannya kepada James. Di sudut penjara yang tenang, dengan tenang pula, Larry menceritakan semuanya tanpa tedeng aling-aling. James bergidik, marah seperti ingin menghabisi Larry saat itu juga, namun ia juga harus menahan diri agar misinya tercapai.
Hingga setelah Larry selesai dengan ceritanya dan James kembali ke selnya, ia muntah. Ia tak bisa menahan lagi gejolak yang dirasakannya. Otak, hati dan perutnya tak sinkron satu sama lain dan reaksi normal yang dikeluarkannya adalah muntah. Sebagaimana kita, para penonton, yang masih tak habis pikir: betulkah ada manusia sebiadab Larry yang tenang-tenang saja bertindak sebagai malaikat maut bagi belasan gadis remaja?
Meski penulis sekaliber Stephen King memuja "Black Bird" sebagai mahakarya dari Dennis Lehane yang brilyan dan mencekam, beberapa kali saya tersendat menonton miniseri ini. Saya selalu bergidik setiap Paul Walter Hauser yang bermain sebagai Larry muncul. Rasanya saya hampir pasti tak sanggup membaca materi aslinya dari buku berjudul In with the Devil: A Fallen Hero, a Serial Killer, and a Dangerous Bargain for Redemption yang ditulis James Keene sendiri dan Hillel Levin. Dan saya melihat kepahlawanan dari sisi James. Bahwa ia punya andil dalam menenangkan hati para orangtua dan keluarga terkasih dari gadis-gadis yang sudah diculik, diperkosa dan dibunuh secara keji oleh Larry.