Kejutan dari Vietnam
Tahun 1993. Saya masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Dan Vietnam mengejutkan dunia karena berhasil menerobos ketatnya nominasi kategori Film Berbahasa Asing Terbaik di Academy Awards.
Sinema Vietnam dimulai sejak tahun 1920-an, tak berbeda jauh dengan yang dilalui negeri kita. Namun meski secara pasar, film Indonesia bisa jadi jauh lebih kuat namun hingga saat ini belum pernah satupun film kita yang menembus nominasi Film Berbahasa Asing Terbaik di ajang Academy Awards. Bahkan masuk daftar pendek pun belum pernah kita capai.
Vietnam melakukannya di tahun 1993 melalui film "The Scent of Green Papaya" yang dibesut Tran Anh Hung. Di tahun yang sama, film tersebut juga meraih Camera d'Or dari festival prestisius, Cannes Film Festival. Padahal Vietnam hanya memproduksi sekitar 60-an judul film setahun dan kita bisa memproduksi hingga hampir 3 kali lipat jumlahnya.
Sebagai pembuat film, tentu saja menyenangkan bisa menyaksikan film dari berbagai belahan dunia, terutama dari Asia yang bukan Korea, Jepang dan Thailand. Rasanya kita juga jarang sekali menyaksikan film Vietnam di bioskop. Dan Netflix merilis film berjudul "My Father is a Playboy" yang menjadi kejutan manis dari Vietnam untuk penonton di seluruh dunia.
Premis film ini sederhana dan sangat menarik. Seorang playboy tak ganteng yang harus merawat bayi perempuan yang masih merah yang ditinggal ibunya begitu saja. Dibalik ceritanya yang sederhana itulah yang menjadi daya tarik film ini.Â
Kapan lagi kita bisa menyaksikan seorang playboy berwajah pas-pasan yang lihai merayu dan tiba-tiba harus takluk di hadapan seorang bayi perempuan? Kapan lagi kita bisa melihat seorang laki-laki yang merasa masa depan ada di genggamannya dan tiba-tiba harus takluk dan menyerahkan hidupnya pada gadis kecil yang lucu?
Mari kita berkenalan dengan Quan. Ia tak ganteng, tak kaya, tak punya pekerjaan tetap, gemar minum. Tapi ia punya satu senjata: lihai mengobral kata. Sederet kalimat meluncur begitu saja dari mulutnya yang bisa membuat perempuan klepek-klepek seketika. Tapi Quan tak sadar bahwa karma tengah mengintainya. Dan semesta bekerja di saat yang tepat. Quan harus menggantung "profesinya" sebagai playboy ketika kekasihnya, Linh, meninggalkannya dengan seorang bayi yang masih merah.
Betulkah Quan tengah menjalani karmanya akibat perbuatan buruknya di masa lalu? Ada masa dimana Quan ingin meninggalkan bayi Bunny begitu saja di depan wihara namun nasihat dari seorang rahib membuatnya mengurungkan niatnya. Ia merasa tak sanggup bisa membesarkan anak seorang diri. Ia tak punya modaal apapun, bahkan sekedar uang untuk membeli susu. Tapi anak memang sumber rezeki yang tak habis-habisnya.