Mempelajari Cara Mengatasi AmarahÂ
Temper is the one thing you cen't get rid off by losing it. Penggalan kalimat ini bukan kata--kata bijak filsuf atau dokter terkenal. Kutipan nan memorable ini diucapkan oleh Dr. Buddy Rydell (Jack Nicholson), ahli terapi emosi atau dikenal dengan istilah Anger Management Therapy. Rupanya, makin majunya berbagai sektor saat ini berbanding terbalik dengan kondisi mental manusia yang makin memprihatinkan. Dan kondisi inilah yang mesti diobservasi oleh Dr. Rydell pada manusia bernama David Buznik (Adam Sandler), seorang karyawan pada perusahaan yang mengurusi hewan peliharaan.
Pertemuan Rydell dan Buznik sesungguhnya terjadi tanpa disangka. Pertama kali mereka bertemu di sebuah pesawat dalam situasi yang tak mengenakkan bagi Buznik. Pria yang sedang berpacaran dengan Linda (Marisa Tomei) ini mengalami pengalaman tak terlupakan. Ia dituduh berbuat tidak senonoh pada pramugari di pesawat itu, padahal sesungguhnya Buznik hanya ingin meminta headset agar ia dapat menyaksikan film komedi yang sedang diputar. Dasar apes, insiden kecil ini justru membawa Buznik ke pengadilan dan mempertemukannya kembali dengan makhluk menyebalkan bernama Dr. Rydell.
Menyebalkan? Bisa jadi. Lihatlah tingkah Rydell yang sok flamboyan, sering mengerjai orang sesuka hati, meskipun harus diakui ia mempunyai trik yang jitu dalam menangani pasien--pasiennya. Jadi bayangkan situasi ini, Buznik harus 'merelakan' kegiatannya dimonitor Rydell selama 24 jam dan ini berlangsung selama 30 hari! Mulailah berbagai kelucuan yang sepertinya dirancang dengan akurat demi memancing tawa penonton.
Duet Adam Sandler dan Jack Nicholson adalah salah satu duet yang 'aneh' tapi lucunya bisa saling mengisi. Sandler yang sedari awal karirnya memang sudah identik dengan imej komedian dipadu dengan Nicholson yang merupakan salah satu aktor serius. Disini ternyata ia bisa juga melucu. Kelucuan demi kelucuan dibangun berdasar skenario dan bersandar pada situasi, lazimnya Anger Management bisa disebut komedi situasi. Nicholson, seperti biasa, sukses membetot perhatian dengan tingkahnya yang menjengkelkan, dengan berbagai upayanya 'mengerjai' Sandler hingga pada titik yang sudah tak bisa ditolerir.
Begitupun, "Anger Management" punya 'berjuta' kelemahan disini. Salah satunya, terlalu banyak 'kebetulan' dan kadang tak logis. Misalnya, apa Dr. Rydell hanya punya satu pasien saja hingga menghabiskan waktunya untuk Buznik seorang? Itupun, dilakukan dengan banyak 'ketidakseriusan', sama sekali tidak mencerminkan sosoknya sebagai seorang dokter.Â
Tapi, apa boleh buat, ini film hiburan semata. Jadi nikmatilah Anger Management tanpa perlu mengerutkan kening, tanpa perlu mencerna berbagai situasi yang terjadi  dan tak perlu dongkol ketika menyadari bahwa segala 'musibah' yang terjadi pada Buznik sesungguhnya disengaja alias direkayasa atas ide Linda yang didukung penuh Dr Rydell.Â
Bukan main! Setelah mengikuti sepak terjang Buznik mengatasi berbagai rintangan dalam masa terapinya, ternyata semua itu bohong belaka. Begitupun, "Anger Management" masih bisa menyenangkan penonton dengan happy ending yang sangat Hollywood. Buznik bisa mewujudkan cita--citanya melamar Linda di tengah pertandingan football!
Ada fakta menarik di film ini, pada faktor Marisa Tomei dan Heather Graham. Ya, disini Graham juga tampil sebagai bintang tamu belaka, memerankan Kandra, seorang wanita cantik yang berhasil merayu Buznik. Di film ini, kedua aktris yang sama--sama cantik ini 'dipertemukan' dengan peran yang mencintai pria yang sama. Begitupun, tak pernah sekalipun keduanya disorot dalam satu frame. Hal yang sama terjadi di film "The Guru" (Mani Ratnam, 2002) dengan peran yang (lagi--lagi) nyaris sama, meskipun di film ini, Graham-lah yang berhasil disunting pria idaman itu, berbanding terbalik dengan yang terjadi di "Anger Management". Kebetulan yang unik!
*tulisan ini sudah pernah dimuat di buku 101 Movie Guide edisi I 2013.
Ichwan Persada adalah sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute