Mungkin kita hanya berpikir sampah yang berserakan di teritorial wilayah kita, limbah dapur, sampah rumah tangga, maupun pekarangan. Ketika sampah sudah dikumpulkan di depan rumah dan diambil setiap pagi oleh petugas DLH (Dinas Lingkungan Hidup), kita tak tahu menahu lagi, mungkin hanya berpikir sepintas, tanpa berpikir panjang, ke mana ya muaranya sampah setiap rumah?
Tanpa kita sadari perjalanan sampah/limbah di setiap rumah, restoran maupun perkantoran cukup panjang. Dari sampah yang kita kumpulkan di depan rumah, kemudian diambil oleh petugas DLH atau petugas kebersihan kelurahan dengan menggunakan gerobak. Lalu dari petugas kebersihan mengumpulkannya lagi ke TPS (Tempat Penampungan Sampah) di setiap wilayah dan dari gerobak dipindahkan ke bak truk. Dari TPS, sampah diangkut menggunakan truk menuju TPA (Tempat Pengolahan Akhir). Di TPA inilah, sampah dari berbagai tempat bermuara dan berakhir.
Adapun dalam pengolahan sampah, masing-masing TPA di berbagai daerah di Indonesia khususnya kota besar memiliki aneka ragam sistem pengolahan. Namun kebanyakan TPA di Indonesia masih menggunakan sistem lama, sistem penimbunan sampah terbuka atau open dumping.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari total 2.700 TPA yang ada di Indonesia, hanya sekitar 10% yang menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill, yaitu metode yang lebih aman dan ramah lingkungan. Sisanya, sebagian besar TPA masih menggunakan metode open dumping.
Sementara, setiap harinya berbagai TPA di Indonesia menerima berbobot-bobot ton sampah. Misalnya, wilayah Jakarta sendiri mengirimkan setidaknya 7.500 ton sampah per hari ke TPA Bantar gebang, TPA Benowo yang beralamatkan di kota Surabaya setiap harinya menerima sampah sejumlah 1.600 ton, dan TPA Jatibarang menerima sampah sebanyak 1.200 ton perharinya.
Sistem pengolahan open dumping seharusnya sudah ditinggalkan jika mengacu UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Akan tetapi, sistem ini masih langgeng digunakan. Kita bisa lihat sistem ini di TPA terbesar di Indonesia yaitu, TPA Bantar Gebang Bekasi, TPA Jatibarang yang ada di Semarang, TPA Supit Urang Malang, dan TPA Benowo.
Mengenai sampah, bertambahnya hari berbanding lurus dengan volume sampah yang kian membludak, terutama sampah rumah tangga. Dikutip dari berita harian Times Indonesia, dalam sehari Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang mencatat terdapat 60 ton sampah yang masuk ke TPA Supit Urang. Dan diprediksi setiap tahunnya bertambah 10%. Â Belum lagi di TPA lainnya, berapa banyak sampah yang dihasilkan dalam sehari?
Ini menandakan betapa penting pengolahan sampah dengan benar, bila penanganan hanya ala kadarnya bukan tidak mungkin urusan sampah ini menjadi bom waktu di kemudian hari. Dan kita tidak lagi mendengar penutupan berbagai TPA di Indonesia.
Dan bagaimana kontribusi kita dalam penanganan sampah? terlebih lagi kita sebagai produsen sampah dan menjadi titik hulu. Jawabannya adalah di samping menimalisir penggunaan plastik dalam setiap kebutuhan dengan beralih kantong serbaguna, kita juga sebisa mungkin memilah jenis sampah. Adapun program pemilahan sampah rumah tangga diiringi dengan program lanjutan lainnya dalam mengolah sampah yang sudah terpilah, baik organik maupun anorganik.
Sebetulnya program pemilahan sampah rumah tangga telah lama digaungkan sejak bapak Suharto mengepalai zaman Orde Baru dan wacana ini selalu mencuat setiap peringatan Hari Lingkungan Hidup, walaupun kondisi lapangan berkata lain dan amat jauh implementasinya. Namun sekarang, dengan bertambahnya jumlah penduduk yang sangat signifikan mau tidak mau program tersebut seharusnya terlaksana.