Mohon tunggu...
ichwan prasetyo
ichwan prasetyo Mohon Tunggu... -

Saya jurnalis, suka membaca buku, suka mengoleksi buku, suka berkawan, tak suka pada kemunafikan. Saya memilih lebih baik hidup terasing daripada menyerah pada kemunafikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Parpol dan Keniscayaan Ideologis

5 September 2012   23:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:52 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Ali Mufiz, menyatakan seseorang yang ingin maju dalam pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Tengah pada 2013 mendatang butuh dana minimal Rp100 miliar. Dana ini menurutnya bukan untuk money politics.

"Dana ini untuk biaya politik. Misalnya membayar saksi di tempat pemungutan suara (TPS), biaya untuk parpol yang mengusung dalam kampanye dan sebagainya," kata Ali sebagaimana dikutip beberapa koran dan media massa lainnya, beberapa hari lalu.

Pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang, Muchammad Yulianto, berpandangan apa yang dikemukakan Ali itu mengakibatkan "orang baik" sulit menjadi pemimpin [gubernur Jawa Tengah]. Orang baik yang dia maksud adalah orang yang punya integritas tinggi dan kapabilitas tinggi.

Sebaik apa pun seseorang jika tak punya dana minimal Rp100 miliar niscaya mustahil bisa menduduki kursi gubernur Jawa Tengah. Fakta ini memang realitas politik kita. Biaya yang demikian besar terkait erat dengan "sistem politik" di negeri ini yang didominasi logika transaksional.

Umumnya partai politik yang "diakui" masyarakat, artinya eksistensinya mengakar, punya pendukung banyak, punya anggota banyak, massa fanatik yang banyak pula, akan "memasang harga tinggi" jika ada orang yang "butuh dukungan" untuk maju dalam pemilihan kepala daerah.

Partai-partai yang "tak diakui" masyarakat pun masih punya kekuatan "memasang harga tinggi" karena teken ketua dan sekretaris partai sangat berharga dalam dokumen pendaftaran calon kepala daerah ke KPU, yaitu sebagai bukti dukungan minimal partai politik sebagaimana syarat yang ditetapkan UU dan peraturan KPU.

Sistem yang sangat merusak ini bisa dikoreksi.  Kisah pemilihan gubernur DKI Jakarta adalah contoh minimal. PDIP menggunakan logika yang melawan arus besar politik transaksional ini dengan mengajukan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama. Pasangan "tak dikenal" di Jakarta dan "katanya" tergolong miskin pula ini terbukti mampu menarik dukungan publik/pemilih di DKI Jakarta dengan memenangi pemilihan tahap I.

Jika pada pemilihan tahap II pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama memenangi pemilihan gubernur DKI Jakarta, itu artinya ada koreksi signifikan atas logika transaksional dalam sistem politik kita. PDIP berani melawan arus dengan memilih sosok yang "miskin" (setidaknya dibandingkan dengan kandidat lain yang juga pernah dilirik dan melirik PDIP), relatif tak dikenal publik Jakarta dan hanya mengandalkan rekam jejak positif ketika memimpin daerah di luar Jakarta.

Dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah PDIP punya peluang sama. PDIP di Jawa Tengah berpeluang menerapkan strategi populis-ideologis sebagaimana dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta. Strategi populis yang saya maksud adalah keberanian memilih kandidat yang secara politik tak dikenal di Jakarta tapi dikenal luas di akar rumput.

Strategi ideologis yang saya maksud adalah kemauan PDIP untuk "tak memilih" kandidat berlogistik banyak dan kemudian memilih kandidat yang relatif jauh lebih miskin. Di Jawa Tengah PDIP berpeluang menerapkan strategi yang sama.

Sampai hari Kamis, 6 September 2012, DPD PDIP Jawa Tengah menerima pendaftaran 22 orang calon gubernur dan calon wakil gubernur. Jumlah 22 ini membuktikan bahwa sebenarnya banyak sosok yang merasa sanggup menjadi pemimpin di Jawa Tengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun