Produk hukum baru, biasanya muncul untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi pemerintah. Namun, ada kalanya munculnya regulasi tidak mampu mengatasi masalah dan justru menghadirkan persoalan baru. Bagaimana pembagian kewenangan antara pusat dan daerah berkali-kali berganti.Â
Daerah baru menjalankan satu undang-undang yang memberi mereka kewenangan di sektor tertentu, tetapi kemudian muncul undang-undang baru yang mengubah semaunya. ada banyak kewenangan kabupaten dan kota yang diserahkan ke pemerintah provinsi melalui UU 23 tahun 2014.Â
Namun dalam pengaturan sektor tertentu, seperti diatur UU 3 tahun 2020 tentang Minerba, kewenangan provinsi diminta oleh pemerintah pusat di Jakarta. Belum lagi kemudian muncul UU Cipta Kerja atau omnibus law, yang kemungkinan akan kembali mengubah berbagai hal, Dalam hal transisi perubahan undang-undang sekarang ini mengalami persoalan.
Di Kalimantan Timur, kondisi perizinan batu bara dengan ditarik ke Jakarta, sekarang di lapangan terjadi ilegal mining. Pemda tidak punya payung hukum kewenangan dalam mengatur ini, sejumlah negara dengan sistem federal seperti Amerika Serikat dan Australia. Meski tidak menjadi negara federal, tidak ada salahnya Indonesia belajar dari negara tersebut, terkait pemberian wewenang kepada daerah. UUD 1945 sebenarnya telah memberikan dasar yang kuat mengenai pedoman hukum otonomi daerah.Â
Masalahnya ada dalam undang-undang di bawahnya, yang secara khusus mengatur soal itu, konstitusi Indonesia menjamin adanya pelaksanaan otonomi seluas-luasnnya bagi daerah. Namun, masih dipertanyakan jaminan konstitusional seperti apa yang diberikan pemerintah pusat. diperlukan kebijakan untuk mengatur persoalan ini secara lebih rinci. Persoalan lain, misalnya terkait peraturan daerah. Meski UUD 1945 mengatur bahwa daerah berhak membuat Perda, tetapi ada mekanisme juga yang memberi kewenangan pemerintah pusat untuk membatalkan Perda tersebut.Â
Prinsip hubungan antara pemerintah pusat dan daerah adalah adil dan selaras. Harus diperhatikan pula, kekhususan dan keragaman yang ada di masing-masing daerah. Uniknya, hubungan pusat dan daerah ini diatur menggunakan UU 23/2014 yang masih baru. namun, penyelenggaraan keuangan daerah masih menggunakan aturan lama, yaitu UU 33/2004. Padahal, dua dasar hukum ini berbeda sekali dan membutuhkan penyempurnaan. Ke depan, bahkan dengan UU Cipta Kerja, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali, bagaimana aturan di bawahnya agar sesuai.
Pemerintah harus berhati-hati dalam mengatur hubungan antara pusat dan daerah. mengupas soal tumpang tindih dan ketidaksesuaian perundangan di Indonesia. Karena kondisi itu, kemudian keluarlah UU 15/2019 yang salah satu amanatnya adalah pembentukan badan atau lembaga legislasi nasional. Badan atau lembaga yang belum terbentuk ini diharapkan akan mengatasi persoalan itu. Posisi badan atau lembaga inipun, masih menyisakan persoalan. Apakah misalnya badan ini berada lebih tinggi dari kementerian, sebab dia juga harus melakukan sinkronisasi berbagai aturan dari menteri.
Prinsipnya, sebenarnya tidak perlu semua hal dijadikan undang-undang khususnya, aturan-aturan yang hanya mengikat ke dalam satu lembaga. Yang perlu diundangkan adalah peraturan yang mengikat keluar dan menjadi kewajiban seluruh masyarakat serta disertai sanksi. Kerumitan perundangan juga akan muncul terkait UU Cipta Kerja atau omnibus law.Â
Setidaknya ada 79 undang-undang yang masih berlaku, yang dirangkum dalam UU Cipta Kerja ini. Karena pasal UU Cipta Kerja diambil dari pasal-pasal dalam 79 UU itu, maka  justru dia tidak bisa menjadi UU payung bagi berbagai macam UU yang ada. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. UU ini mencabut 6 Staatsblad yang disusun mulai tahun 1887 hingga 1949 dan 9 UU yang keluar sejak tahun 1951 sampai 2000. Dengan berlakunya UU Cipta Kerja, menjadi persoalan tentang penyebutan UU Ketenagakerjaan yang masuk di dalamnya.Â
kemungkinan UU tersebut disebut sebagai UU 13/2003 yang telah diubah menjadi UU 11/2020, Karena saat ini UU Cipta Kerja sudah berlaku, akan muncul pertanyaan bagaimana jika terjadi pertentangan antara UU yang ada dengan peraturan dalam UU Cipta Kerja. Karena itulah, harus dibedakan mana yang betul-betul harus diatur dengan UU dan mana yang tau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H