Bantimurung sebagai The Kingdom of Butterfly itu merupakan kebanggaan dan aset tak ternilai bagi Sulsel, bahkan Indonesia dan dunia. Kupu-kupu sebagai lambang keindahan dan kelemahlembutan selalu menarik perhatian, sehingga Goh (1993) menyebut kupu-kupu tersebut sebagai satu-satunya kelompok serangga yang tercantik di dunia. Keindahan yang dimiliki serangga ini, telah menjadikannya sebagai salah satu objek wisata, yang mempunyai daya tarik tinggi dan mendatangkan banyak devisa. Seiring dengan kian terkenalnya kupu-kupu sebagai objek wisata yang potensial, telah menyebabkan nilai ekonomis serangga tersebut semakin meningkat dan menggiurkan. Akibatnya, perburuan/penangkapan serangga untuk tujuan pariwisata ini meningkat. Keindahan dan kecantikan itu telah menjadi bumerang bagi kupu-kupu itu sendiri. Perburuan/penangkapan besar-besaran untuk tujuan wisata, telah mengancam kelestarian serangga ini, baik populasi maupun jenis (spesies) dari waktu ke waktu. Kenyataan ini juga telah menimpa kupu-kupu di kawasan hutan Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan. Pakar Zoologi, Alfred Russel Wallace, asal Inggeris (1856) menjuluki Bantimurung sebagai The Kingdom of Butterfly, karena di kawasan ini terdapat berbagai jenis dan spesies kupu-kupu. Wallace menemukan sekitar 270 jenis kupu-kupu (butterfly) di kawasan Bantimurung. Jumlah ini sekitar 10,8 persen dari jenis kupu-kupu yang ada Indonesia saat itu. Karena itu, Bantimurung juga disebut sebagai Taman kupu-kupu terlengkap di dunia. Namun, sebutan sebagai The Kingdom of Butterfly kini tinggal kenangan. Populasi dan jenis maupun spesies kupu-kupu Bantimurung, kini kondisinya memprihatinkan dan sudah di ambang kepunahan. Julukan Bantimurung The Kingdom of Butterfly dalam kenyataannya tinggal kebanggaan masa lalu. Menurut hasil penelitian terakhir yang dilakukan Dr Mappatoba Sila dari Universitas Hasanuddin (Unhas) 1997 menunjukkan, dari sekitar 270 jenis kupu-kupu yang ditemukan Wallace di kawasan Bantimurung, kini tinggal 147 jenis atau sekitar 50 persen jenis kupu-kupu itu telah punah. Sisa 147 jenis kupu-kupu Bantimurung, Maros dapat ditemukan dalam areal kawasan yang cukup luas. Kawasan itu meliputi Taman Wisata Alam Bantimurung, di mana terdapat air terjun, Cagar Alam Bantimurung, Taman Wisata Gua Pattunuang, Cagar Alam Karaenta serta sekitar Gua purbakala leang-leang Maros. Di lima kantong kupu-kupu yang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Bantimurung, ditemukan lima jenis kupu-kupu langka yang telah dilindungi. Kelima jenis kupu-kupu itu; Troides hypolitus, Troides helena, Troides halipron, Papilio adamanthis dan Chetosia myrana. Sekitar 15 jenis lainnya dari sisa 147 jenis kupu-kupu yang ada di Bantimurung ini, masuk dalam daftar perdagangan kupu-kupu internasional seperti; Troides cellularis, Troides halipron, Troides hypolitus, Papiliogigion, Papilio sataspis, Papilio ascalaphus, Papilio blumei, Papilio adamanthus, Graphium milon, Graphium meyeri, Graphium rhesus, Graphium androcles, Graphium deucalion, Graphium auceledes dan Chilasa veiovis. Jenis kupu-kupu di kawasan Bantimurung terdiri dari beberapa famili (spesies). Misalnya, famili Papilionidae meliputi 34 jenis, famili Nymphalidae(38), Satyridae (10), Danaidae (16), Amathusidae (3), Licaenidae (9), Pieridae (22), Libithedae (3), Riodinidae (4) dan famili Saturnidae. Di pintu masuk Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN. BABUL), ribuan kupu-kupu Kupu-kupu awetan akan menyambut Anda. Sayap-sayap indah terkembang, dalam bingkai, terpajang di kios-kios suvenir cendera mata yang digemari para pengunjung. Ada memang satu dua kupu-kupu hidup beterbangan. Kalau beruntung, Anda bisa menyaksikan puluhan ekor, dari beberapa spesies, dekat air terjun,1 kilometer ke dalam taman nasional. Bantimurung tak bisa dipisahkan dari kupu-kupu. Banyak warga Bantimurung yang mendapat penghasilan tambahan sebagai penangkap kupu-kupu. Aktivitas yang kerap dituding sebagai penyebab berkurangnya populasi hewan bersayap cantik itu. Harganya bervariasi, tergantung jenis dan kualitasnya yakni Rp1.000-250.000 per kupu-kupu untuk pasar lokal atau Rp 15.000-600.000 untuk pasar ekspor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H