Menjadi bagian dari sebuah kota yang penuh dengan kesibukan, hiruk pikuk mencari penghidupan, dan kepadatan tinggal. AKU yang terbius untuk datang, tapi tidak ingin terhanyut di dalamnya. AKU tetap ingin menjadi AKU, yang misterius, spesial dengan kekhasan yang unik, AKU menjadi “limited edition”.
Ini hari AKU berjuang untuk meraih hasil dari rencana-rencana yang telah tertanamkan. Melihat hasil dari bibit-bibit yang telah AKU tebarkan. Hari-hari terlewati, hal-hal baru ditemui.
Mencari pengungkapan yang mengenakan, untuk mengilustrasikan sebentuk makhluk yang sempat menyita hari-hari AKU dalam mencari makna suatu perjuangan di belantara kota.
Sebentuk makluk dengan jiwa yang mampu menghentikan langkah terayun.
AKU melempar tanya pada sebentuk makluk, untuk apa hadirnya dan untuk apa sapanya. Jawaban di awang-awang melintas lepas. Tak sampai AKU menggapainya. Lalu, apakah sebentuk mahkluk itu mampu memberi jawab atas kegamangan?
Sayang sekali, langkah AKU sempat terhambat. Sebentuk makluk yang tidak mampu mengusir kegamangan, selalu melindas tandas asa yang terkumpul.
Hingga pada suatu titik kulminasi, kesadaran mulai dipulihkan. Mencari kelengkapan bathin, AKU menabuh genderang perang. Perang atas penderitaan yang ditanggung bathin.
Semua yang terlewat, menjadi sebuah masa lalu. Masa depan ada di depan mata dan bahkan ide-ide baru pun dalam sekejap mata akan menjadi lampau. AKU yang AKU, pun sedetik kemudian menjadi bagian dari masa lampau itu sendiri. AKU tak mampu meraih suatu MILIK.
AKU bukan milik siapa-siapa di dunia. AKU menjadi milik diriku dan milik Sang Pemberi Hidup. Karena AKU adalah titipan Sang Pemberi Hidup kepada siapa AKU akan dititipkan setelah kedua orang tua AKU.
Jakarta, 25 Sept'2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H