Senja di bulan ini tampak lelah melihatku berbaring malas
Aku malas karena lelah bertempur dengan pekerjaan-pekerjaanku
Pekerjaan yang tak ku mengerti dimana memulainya,
Namun ku terus memulainya dengan otak kosong
Hingga pada akhirnya, otak ku mulai penuh dengan seribu tanya
Bagaimana ini? Apa itu? Untuk apa ini? Mengapa tak begini saja?
Tak kusadari ku telah menyatu dengan pertanyaan itu, kemudian pelan2 menemukan jawabannya dengan bertanya pada sang ahlinya di dunia maya
Di sela ku bernafas sesak, ku rebahkan tubuh
Bekerja di ibukota menjanjikan banyak hal, harta dan tahta
Namun menghilangkan banyak rasa
Ku rindu bercanda tawa dengan keluargaku
Ku rindu senyum manis pasanganku
Ku rindu kekonyolan teman2ku
Di nafasku yang kian sesak, ku berjalan dengan pikiran kosong
Telingaku seolah-olah mendengar rintihan-rintihan kecil orang-orang di sekelilingku
Ku berjalan pelan, hatiku mendengar seorang anak kecil mengadu padaku
Dia lelah menjadi kenek di Kopaja, tapi dia tak berani melawan bapaknya yang menjadi supir
Ku juga mendengar, suara hati anak kecil penjaga warung kopi, dia seolah-olah berteriak padaku, “Aku ingin sekolah!!”
Hanya beberapa meter, air mataku hampir menetes, seorang kakek-kakek berkepala keras batinnya mengadu padaku, “Aku rindu anak dan cucuku. Dimana mereka? Aku tak punya uang kembali ke kampung”
Tuhan, maafkan aku. Seharusnya ku tidak mengeluh.. maaf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H