Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dari kelompok 6 Kewarganegaraan melakukan proyeksi hasil diskusi mengenai intoleransi yang sering terjadi di kalangan mahasiswa maupun lingkungan sekitar. Selanjutnya kelompok ini mempunyai anggota yang terlibat di antaranya Okha Amelia Exsanti,Marsha Della Qaumullah, Muhammad Choirul Rizky, Icha Gusnalita, Andika Satrio Herlambang, Emilda Purnamawati.
Intoleransi merupakan salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat modern. Dalam konteks pluralisme, intoleransi merusak harmoni sosial dan menghambat perkembangan masyarakat yang inklusif. Intoleransi dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi rasial, agama, gender, atau orientasi seksual, dan sering kali dipicu oleh ketidakpahaman, prasangka, serta kebencian yang tidak berdasar. Perdebatan mengenai " kebebasan berpendapat " terhadap agama atau kepercayaan tertentu justru seringkali meningkatkan aksi intoleransi berbasis agama dan kepercayaan yang berimplikasi pada pecahnya perdamaian dunia.
Intoleransi menjadi penyebab utama putusnya mahasiswa dalam dunia pendidikan akibat perlakuan buruk oleh teman sejawatnya. Intoleransi sangat buruk pengaruhnya yang akan membawa kerusakan masa depan korban secara individu, kampus maupun aset negara yang berdampak kecemasan dan tidak mau bergaul dengan sekitar karena terlalu menyakitkan bagi mereka yang mengalami intoleransi.
Seorang mahasiswa sangat penting untuk memahami bahwa intoleransi sering kali berakar dari ketidakpahaman. Pendidikan yang mempromosikan pemahaman dan penghargaan terhadap keberagaman menjadi kunci untuk melawan intoleransi. Melalui pendidikan, masyarakat dapat diajarkan tentang pentingnya toleransi dan empati, serta bagaimana menghargai perbedaan yang ada dalam dunia pendidikan. Program pendidikan yang inklusif dan dialog antar SARA dapat menjadi alat efektif untuk menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai di kalangan universitas, salah satu contohnya ialah UMM yang banyak sekali mahasiswa berdampingan dengan perbedaan SARA.
Mahasiswa yang toleran dan inklusif cenderung lebih damai dan produktif karena mereka menghargai kontribusi dari setiap anggotanya, terlepas dari perbedaan mereka.
Pernyataan tersebut ditegaskan oleh seorang mahasiswa asal Mali, Afrika.
"Berpendidikan di Negara lain seperti ini sangat aman karena selama ini mereka teman saya memperlakukan toleransi dimana mereka tidak mempermasalahkan saya dari mana, warna kulit dan ciri fisik saya seperti apa, akan tetapi bagi mereka kita sama dan sangat menegaskan bahwa perbedaan itu bukan menjadi pengahalang bagi kita untuk menempuh pendidikan". -Coulybali
Begitupun sebaliknya, mahasiswa yang memiliki lingkungan dengan budaya intoleransi sangat berdampak negatif bahkan proses belajarnya terganggu dan memiliki gangguan psikis dan mental, karena mereka tidak menghargai kepercayaan yang telah ditanamkan sejak kecil oleh keluarga bahkan telah meremehkan nama tuhan mereka. Akan tetapi mahasiswa UMM merubah itu semua dan bahkan telah bersikap sangat toleransi terhadap perbedaan agama yang dianut oleh temannya. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh seorang mahasiswa Akuntansi FEB UMM yang bergama Kristen.
"Proses pendidikan saya di perguruan tinggi sangatlah baik dan aman bahkan saya sangat senang berada pada lingkungan seperti ini karena selama ini mereka teman saya memperlakukan saya layaknya tidak ada perbedaan keyakinan sekalipun itu ada, tapi mereka menghargai apapun gerak gerik yang saya lakukan mulai dengan cara saya berdoa hingga ibadah. Dengan begitu membuat saya betah dan nyaman bahkan saya sangat menghargai ketika mereka beribadah dengan tidak menganggunya". -Fransiska
Mengatasi intoleransi memerlukan upaya kolektif, dan mulai dari pendidikan yang menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini, hingga kebijakan pemerintah maupun kampus yang melindungi hak-hak minoritas. pentingnya bagi kita semua untuk menjadi agen perubahan di lingkungan. Dengan mengedepankan sikap terbuka dan menghargai perbedaan. Menciptakan atmosfer yang lebih positif dan inklusif.
Di samping itu, media dan pemimpin masyarakat memiliki peran penting dalam membentuk opini publik dan mengarahkan perilaku kolektif. Mereka harus menggunakan pengaruh mereka untuk mempromosikan pesan-pesan positif yang mendukung keragaman dan persatuan. Salah satunya dengan cara kampanye pembuatan short movie, opini media media dan infografis yang memberikan pesan bahwa pengaruh intoleransi sangat buruk dan pentingnya di dunia pendidikan untuk bersikap toleransi. Sehingga tanpa membedakan ras, suku, budaya dan agama.
Pada akhirnya, mengikis intoleransi adalah proses yang berkelanjutan dan memerlukan komitmen dari semua pihak. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman antar individu serta mengembangkan lingkungan yang mendukung dialog terbuka adalah langkah penting menuju masyarakat yang lebih adil dan harmonis.