Saya tidak tahu apakah judul tulisan ini persis dengan apa yang ingin saya sampaikan. Terlalu banyak yang berkecamuk di dalam benak, karena sesuatu yang saya sebut sebagai "menutupi kelemahan" dan hubungannya dengan "mempercanggih bahasa" itu hampir selalu saya temukan sepanjang hidup saya. Dan, sialnya, mengganggu hidup saya. Rasanya seperti bayangan kuntilanak atau genderuwo yang ikut kemana pun kaki melangkah, sambil - kurang ajarnya - Â terus-menerus mempertontonkan dirinya secara tidak tahu malu.
(bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H