Mohon tunggu...
Icha Nors
Icha Nors Mohon Tunggu... Guru - ibu rumah tangga, pendidik

Berhenti melihat jam/waktu dan mulai melihat dengan mata\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Wiwid Tak Mau Sekolah Lagi

4 Mei 2012   00:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:46 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini kisah tentang murid TK bernama Wiwid yang mengalami gangguan bicara karena gagap. Ketika akan memulai pembicaraan bibirnya berkerut, matanya dipejamkan, napasnya pendek-pendek seakan menekan keluar wajahnya. Mula-mula ia tidak mengalami masalah dalam kehidupan sosialnya, tapi ketika ia berada pada i lingkungan baru (sekolah), ia merasakan betapa tidak nyaman di tengah –tengah teman sebayanya.

“ W-W-W-W-i-ii-w-w-id ng-ng-nggak m-m-m-au lagi s-s-s-sekolah, m-m-m-a.” Begitu katanya suatu hari pada mamanya. Tanpa penjelasan lebih lanjut ibunya segera tanggap kalau anaknya minder karena sering ditirukan dan jadi bahan olok-olok teman-temannya ketika berbicara.

Gagap atau stuttering yang dialami Wiwid tergolong kategori diagnosa gangguan komunikasi. Terjadi pengulangan dan perpanjangan pengucapan dari suku kata kata tertentu sehingga mengganggu komunikasi. Menurut suatu penelitian ditemukan sekitar 2.129.418 dari jumlah penduduk Indonesia yang berkisar 212.941.810 (data 2004) adalah penderita gagap.

Penyebab gagap dicurigai berasal dari masalah emosional yang berkepanjangan atau kecemasan hebat yang dialami anak.

Faktor genetic juga memiliki peranan yang amat kuat dalam penyebab munculnya gagap. Faktor keturunan yang memberikan kontribusi paling besar dalam munculnya gagap adalah karena ada pekembangan yang abnormal di lokasi yang berhubungan dengan pusat bahasa di otak.

Gagap muncul secara bertahap antara usia 2-7 tahun, dan biasanya memuncak ketika berumur 5 tahun. Banyak ahli mengatakan bahwa tidak ada “pengobatan” yang dapat dilakukan untuk mengatasi gagap, namun demikian dapat dilakukan dengan cara memberi motivasi dan dedikasi yang tinggi dan orang-orang di sekitarnya.

Karena kerjasama yang baik antara orang tuanya dan guru di sekolah, akhirnya rasa percaya diri Wiwid kembali muncul dan menjalani hari-harinya bermain bersama teman-temannya tanpa masalh lagi.

Masih banyak lagi Wiwid –Wiwid lain yang luput dari perhatian dan malah cenderung jadi bahan tertawan sebagai hiburan gratis, padahal sebenarnya mereka butuh uluran tangan kita. Gagap memang bukan penyakit kronis maupun menular berbahya. Tapi bagaimanapun tetap memerlukan penanganan yang lebih serius. Jauh di dalam lubuk hati mereka menjerit ingin seperti yang lain tanpa ada gangguan komunikasi dengan teman-temannya.

Apabila gagap ini diabaikan tentunya akan menghambat perkembangan berbagai potensi yang ada dalm dirinya. Mari bantu mereka dengan perhatian, ketelatenan dan kasih sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun