Sebentar lagi, bertepatan tanggal 27 Nopember 2011 ummat Islam akan merayakan Tahun Baru Hijriyah yaitu tanggal 1 Muharram 1433 H. Bulan Muharram oleh masyarakat Jawa sering disebut bulan Suro yang sering dikaitkan dengan bulan penuh pamali, poncoboyo, angker dan keramat. Hal ini bertolak belakangdengan pemahaman yang diajarkan dalam agama Islam bahwa Muharram adalah bulan mulia.
Antara Mitos dan Kenyataan
Ada dua hal mengapa bulan pertama dalam kalender Hijriyah ini dimuliakan. Pertama, karena disandarkannya nama bulan ini kepada Allah (syahrullah). Kedua, karena bulan ini termasuk salah satu dari keempat bulan yang termasuk dalam Asyhurul Hurum (bulan-bulan mulia). Keempat bulan mulia ini ada yang berurutan (sard), yaitu: Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharram sedang yang satu sendirian ( fard) yaitu: Rajab.
Bagi sebagian orang terutama orang Jawa, hari atau bulan menjadi pertimbangan khusus dalam melakukan aktifitas. Lihat kembali tulisan kompasianer ini
Pandangan orang Islam (kebanyakan masyarakat Jawa) terhadap bulan suro mengalahkan pandangan tentang bulan Muharram sebagai bulan mulia tidak menyadarkan rasa fanatisme bulan suro sebagai bulan angker dan keramat. Sampai –sampai banyak yang tidak berani menyelenggarakan kegiatan hajatan pada bulan ini. Lebih tragis lagi ada yang berkeyakinan hancurnya rumah tangga juga berawal dari penyelenggaraan pernikahan pada bulan ini, naudzubillah min dzalik. Sebagai orang yang beriman selayaknya lebih mendahulukan Allah dan Rasul-Nya dari pada yang lain. Cukuplah berikhtiar sesuai petunjuknya , bertawakkal dan meyakini ketepatannya.
Keberadaan Muharram hendaknya dimanfaatkan untuk melakukan aktifitas kebaikan, contohnya: Puasa, sedekah dan menyantuni anak yatim. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda: “ Jika kamu berpuasa sebulan setelah Ramadhan, maka berpuasalah pada bulan Muharram, karena Muharram adalah Syahrullah. Dan pada bulan ini terdapat sebuah hari dimana Allah telah menerima taubat dari kaum yang lain.”
Pentingnya MengenalPenanggalan Hijriyah
Banyak yang tidak hapal urutan bulan dalam penanggalan Hijriyah. Ini sangat memprihatinkan, mengingat segala pelaksanaan amalan fardhu maupun sunnah-sunnah Rasulullah bersandar pada penanggalan ini. Perhatikan saja bagaimana Allah menetapkan hukum-hukum waktu sholat, puasa, balligh, haidh, nifas dan lain-lain yang dihitung berdasar pada penanggalan Hijriyah.
Contohnya dalam mengenal tanda-tanda baligh, pada anak perempuan disebutkan ada tiga hal, yaitu:
- Genap berumur 15 tahun(dihitung dengan penanggalan Qomariyah)
- Mengeluarkan sperma setelah umur 9 tahun Qomariyah
- Haidh(keluarnya darah dari kemaluan/ farji) setelah berumur 9 tahun taqriban (kira- kira ).
Sedang pada anak laki-laki ada 2, yaitu:
- Genap berumur 15 tahun Qomariyah
- Keluar sperma setelah umur 9 tahun Qomariyah.
Satu tahun penanggalan Hijriyah menggunakan pendekatan perhitungan untuk mengetahui umur masing-masing bulan ( disebut tahun Qomariyah). Satu tahun Qomariyah (lunar month), adalah dari bulan sabit ke bulan sabit baru, lamanya 29 atau 30 hari. Satu tahun Qomqriyah sama dengan 12x 29,531 = 354, 373 hari. Sedang satu tahun Masehi adalah satu tahun bumi mengelilingi matahari dalam bidang ekliptika, lamanya sekitar 365, 25 hari ( disebut tahun Syamsiyah atau solar year). Jadi selisih dalam satu tahun adalah 11 hari (tepatnya 10, 878 hari).
Dari keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa mutlak hukumnya mengenal dan menggunakan penanggalan Hijriyah untuk kesempurnaan ibadah. Ada baiknya anak dikenalkan tanggal lahirnya bukan saja berdasarkan penanggalan Masehi, tapi disertakan juga penanggalan Hijriyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H