Menunggu adalah hal yang sangat menjemukan. Apalagi nungguin anak-anak yang lagi mengerjakan soal-soal ujian,tes semesteran maupun Ulangan Tengah Semester (UTS) seperti pagi sampai siang tadi. Wow…ngantuk banget. Sambil nyuri-nyuri baca kompasiana dari hape, tiba-tiba timbul isengku mengahadapi anak-anak yang seolah tak bernyawa ini. Heran …aku. Ruang 04 ini ada apanya, koq anak-anak setenang ini. Bukan berarti kelas yang lain gaduh, karena memang ciri khas ( dan mungkin ini kelebihannya) sekolah ini ketika ulangan jarang sekali ditemukan anak-anak yang celingukan nyontek teman. Ya ada sih, tapi tidak terlalu dan malah cenderung asyik dengan pekerjaannya sendiri-sendiri. Kuarahkan kamera HP-ku ke arah anak-anak yang sedang mengerjakan soal (ini sebenarnya tindakan sembrono, soalnya ada larangan keras membawa hape ke dalam ruang kelas. Tapi tadi aku juga nggak sengaja, terbawa di dalam saku ). Dan ajaib banget, tak satupun yang terpengaruh oleh tindakakanku.
Pernah suatu kali pengawas UAN dari sekolah lain yang baru pertama kali dapat tugas ngawasi di sekolah ini terheran-heran sambil agak setengah menyindir mengatakan: “ Ayo kita tidur saja, toh diawasi dan tidak ga ada bedanya. Mereka kelewat jujur. Memang diberi makanan apa sih anak-anak ini sampai begitu percaya diri akan kemampuannya?” Malah salah satu adik ipar saya yang mengajar di lain tempat juga nanya: “ Mbak, murid-muridmu itu malaikat pa manusia sih?” Mendengar kalimat ini aku hanya senyum-senyum sendiri. Lha mau gimana lagi wong memang begitu adanya.
Kejujuran dan keyakinan diri memang sudah tertanam dalam benak mereka sejak berkomitmen menjadi siswa di sekolah ini. Hasil tidak begitu penting, yang penting proses. Begitu yang selalu ditekankan kepala sekolah setiap kali pesannya dalam apel sekolah. Makanya anak-anak dengan daya serap rendah dalam keseharian akan nampak aneh bila tiba-tiba muncul nilai akhir yang gemilang.
Keyakinan akan kemampuan diri ( self-efficacy) adalah konsep utama yang besar pengaruhnya terhadap perilaku. Jika seorang siswa memiliki keyakinan diri yang kokoh akan keterampilan atau penguasaan akan suatu kemampuan, maka ia tidak akan mudah terpengaruh oleh kegagalan-kegagalan kecil yang dialaminya. Lain halnya jika keyakinan akan kemampuan diri itu lemah.
Aku jadi membayangkan seandainya setiap sekolah menerapkan budaya kejujuran seperti ini. Jujur dalam arti seluas-luasnya. Pasti tidak akan terjadi berita memalukan seorang guru/Kepala sekolah membentuk tim sukses untuk kelulusan siswanya dengan cara-cara keji, diantaranya membantu membuat bocoran jawaban soal-soal UN. Sangat-sangat disayangkan anggaran dari pemerintah yang sangat besar untuk membiayai UN tak lebih hanya dibuat PESTA/BANCAAN NASIONAL. Dan lulus 100% hanya sebuah sandiwara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H