Saya pernah membaca di sebuah majalah wanita ternama, . seorang pujangga bernama St. Agustinus mengatakan : “Dunia ini bak sebuah buku. Bila Anda hanya berdiam diri di rumah, berarti Anda hanya membuka satu halaman.” Karena tidak mau rugi lantaran hanya membuka satu halaman buku yang sudah berada di tangan, maka banyak orang lalu memilih berjalan ke luar rumah, ke luar kota, ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri, meski harus merogoh kocek bepuluh-puluh juta demi memuaskan rasa ingin tahunya dengan cara “membaca” seluruh halaman yang ada di buku itu.
Baru-baru ini saya mendapat kesempatan” membaca” halaman buku itu berkat “syafaat dari anak-anak. Ya, saya mengatakan ini syafaat (pertolongan) karena berkat mereka saya bisa mengunjungi tempat-tempat menarik yang menambah kekayaan rohani dan pengetahuan saya.
Salah satu tempat yang saya kunjungi baru-baru ini adalah Wonosobo dimana si bungsu mengikuti Jambore Daerah SD/MI KE 3. Menyelam sambil minum air atau sekalimerengkuhdayung, dua tigapulauterlampaui. Ya menjenguk anak, ya berziarah ke makam wali juga plesiran. Lengkap, ha..ha.
Tepat pukul 03.45 saya dan rombongan sampai di Wonosobo. Instirahat sambil menunggu waktu sholat subuh di Masjid Jami’ Wonosobo, sarapan kemudian bablas menuju Dieng Plateau (Dataran Tinggi Dieng) yang berjarak sekitar 26 km, dengan armada minibus yang sudah disiapkan oleh pihak biro perjalanan
siap mengantar Anda, Wonosobo-Dieng
Dieng Plateau (Dataran Tinggi Dieng ) ini ibarat sepotong kahyangan yang jatuh ke bumi. Dengan ketinggian sekitar 2.100 meter dari permukaan laut, tentu saja udara di daerah ini segar dan bersih. Pemandangannya sangat menakjubkan dan didukung suasana yang sangat tenang, cocok sekali untuk tempat refreshing sekaligus Tadabbur Alam untuk lebih mengenal keMahabesaran Allah SWT yang telah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Taddabur alam juga bisa digunakan untuk meningkatkan intensitas syukur kepadaNya. Dalam bahasa Sansekerta, Dieng bisa diartikan “gunung tempat tinggal dewa-dewi.” Namun dalam bahsa Jawa diartikan “wilayah yang indah.”
Sepanjang perjalanan mata dimanjakan dengan panorama yang sangat indah, terutama setelah mendekati wilayah Dieng. Bersiap-siaplah senantiasa dengan tombol kamera Anda karena sangat sayang jika penggalan tanah surga ini sangat sayang jika tak diabadikan.
Sepotong Kahyangan yang jatuh ke bumi
Daya tarik utama wisata Dieng sebenarnya adalah candi-candi Hindu tertua di Indonesia yang ditemukan Eric Van Erph (penemu candi Borobudur) pad abad XIX yang terhampar di areal luas dan datar pada puncak Dieng. Di tengah, sekelompok candi ( Arjuna, Srikandi, Semar, Puntadewa dan Sembodro) berjejer dengan rukun. Sementara di tempat terpisah ada candi Bima, Gatotkaca dan Dwarawati.
Komplek candi Arjuna
Berjejer dengan rukun
Ada banyak tradisi menarik di Dieng ini, misalnya Ritual Budaya yaitu Ruwatan Rambut Gimbal yang biasanya diadakan Setahun Sekali pada bulan Agustus. Rambut gimbal. Rambut gimbal yang ini benar-benar asli bukan hasil kreasi salon kayak yang dipunyai penganut aliran Reage atau Rasta seperti Bob Marley. Menurut keterangan mbak Yati, pemandu wisata kami, Rambut Gimbal Alami ini tumbuh hanya pada rambut anak-anak tertentu di Sekitar Dataran Tinggi Dieng. Mitos yang berkembang dan dipercaya sebagian masyarakat Dataran Tinggi Dieng, rambut gimbal dianggap bisa membawa musibah atau masalah di kemudian hari, sehingga mesti diruwat, karena dipercaya akan mendatangkan rezeki dan si anak dapat hidup normal dengan rambut yang normal. Sebelum dicukur rambutnya, ia akan terlebih dahulu ditanya apa yang diinginkan sebagai syarat agar rambutnya boleh di potong. Permintaan anak tersebut harus dipenuhi, jika tidak, maka rambut Gimbal dikepalanya akan tumbuh lagi meski dipotong berkali-kali.
Sebelum prosesi pemotongan rambut Gimbal, ngumpul dulu di sini
Sebelum upacara pemotongan rambut, akan dilakukan ritual doa di beberapa tempat agar upacara dapat berjalan lancar. Tempat-tempat tersebut adalah Candi Dwarawati, komplek candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi Gatot Kaca, Telaga Balai Kambang, Candi Bima, Kawah Sikidang, komplek Pertapaan Mandalasari (gua dimana pak Harto pernah bertapa) di kompleks Telaga Warna, Kali Pepek, dan tempat pemakaman Dieng.
Sikidang yang memesona
Kawah Sikidang memberikan nuansa lain pada pariwisata Dieng. Pemandangan alam segar berwarna hijau mendadak lenyap begitu memasuki komplek kawah ini
Sejauh mata memandang, hanya hamparan tanah tandus dikelilingi perbukitan dengan kolam yang terus menerus mengeluarkan uap panasnya
Bersama mbak Yati, pemandu wisata kami
Dieng memang luar biasa. Kawah sikidang, Telaga Warna, Gua Semar, Goa sumur, Telaga Pengilon, Telaga Menjer, Kebun teh Tambi, Air Terjun Sikarim, Pemandian Kalianget, Bedekah, Waduk Wadaslintang, Dieng Plateau Theaterdan Museum Kaliasa merupakan kawasan Wisata Wonosobo yang patut dikunjungi.
Bergaya ala Capres di Sikidang
Telaga warna nan elok
Goa Semar
Peserta Jamda dalam kegiatan jelajah alam di kawasan Telaga Warna
Akhirnya sampai juga di Buper Kalianget
Kapling Kwarcab Jepara (putra)
Puas memanjakan mata, kini giliran memanjakan perut dengan kuliner khas Dieng. : Mie Ongklok, Carica Dieng, Purwaceng, Tempe Kemul dan lain-lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H