Mohon tunggu...
icecream vanilla
icecream vanilla Mohon Tunggu...

Seorang penyuka icecream vanilla yang mencoba mengisi waktu luang dengan membaca dan menulis dalam rangka meningkatkan mutu diri....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

The Rumah Bahagia???

20 Desember 2010   01:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:34 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Terima kasih untuk semua..."

Aku hanya tertunduk sambil menggangguk-anggukkan kepala. Air mataku menetes semakin deras membanjiri kedua belah pipiku. Dan sesekali kurasakan tangannya yang lembut menyapu kepalaku.

"Mungkin memang cara ini yang terbaik untuk kita." lanjut suara itu kembali.

Aku memeluk lututku kaku. Ku benamkan kepalaku hingga hampir menyentuh tanah. Dan setelah beberapa lama kemudian, aku hanya bisa menatap bayangannya dari kejauhan. Bayangan yang makin lama makin tak tampak. Dan sejak saat itu hampir setiap pagi, siang, dan sore aku menanti kedatangan bayangan itu kembali. Namun hingga bertahun-tahun lamanya bayangan itu benar-benar tak pernah menampakkan lagi wujudnya kepadaku.

Kini tiga tahun telah berlalu. Aku hidup dalam kesunyian yang aku ciptakan sendiri. Banyak orang-orang yang seusia denganku membersamaiku dan menghiburku. Kami memulai hari dengan rutinitas yang sama. Apa yang kulakukan hanya sebatas ruang tempat aku membaringkan tubuh diwaktu malam dan beberapa rute kecil yang sering aku lalui tiap pagi. Itu juga bila ada orang yang mau dengan rela membawaku kesana.

Kadang-kadang aku menonton TV berbarengan dengan yang lainnya. Tayangan-tayangan di TV sering membuatku terisak. Aku kembali mengingat bayangan yang meninggalkanku disini selama ini. Bayangan yang kubenci namun justru sangat ku rindui setiap hari.

"Udah..udah...ada kita, jangan sedih.." seulas tangan rapuh membelai punggungku. Dia mencoba menghiburku kembali, namun tak urung kulihat juga air bening di sudut matanya.

"Aku kangen..." kataku sembari terisak. Kupeluk tubuh wanita itu.

"Aku juga..." timpalnya. Kamipun melanjutkan berpelukan sembari sesenggukan dengan isak tangis tertahan.

Beberapa orang yang melihat adegan kami diruang itu pun hampir semuanya meneteskan air matanya. Bahkan salah satu diantaranya memilih pergi dan menyendiri di kamarnya. Ada juga yang keluar mendekati pintu gerbang yang dijaga ketat oleh dua orang satpam.

"Kalau mereka bukan siapa-siapa, doaku ini bisa jadi yang buruk-buruk Bu..." kataku nanar kepada wanita itu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun