Transgender adalah istilah yang merujuk pada seseorang yang merasa bahwa identitas gender mereka tidak sesuai dengan jenis kelamin yang mereka miliki pada lahir. Dalam konteks pernikahan, transgender sering kali dihadapkan pada tantangan hukum dan etis yang kompleks.
Dalam ushul fiqh, hukum pernikahan bagi transgender dibahas dalam konteks masalah "rukhsah" atau "keringanan". Rukhsah adalah prinsip fiqh yang menyatakan bahwa dalam situasi yang sulit atau tidak mungkin untuk mematuhi semua aturan hukum syariat, maka ada kemudahan atau keringanan yang diberikan untuk memudahkan seseorang menjalankan kewajibannya.
Dalam hal pernikahan transgender, beberapa ulama fiqh berpendapat bahwa rukhsah diberikan karena situasi sosial dan psikologis yang kompleks yang dihadapi oleh mereka. Menurut pendapat ini, jika seorang transgender ingin menikah dengan pasangan yang sesuai dengan identitas gender mereka, mereka dapat melakukannya dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.
Pertama, transgender harus mengikuti hukum dan aturan yang berlaku dalam pernikahan di dalam Islam, seperti saling mencintai, saling menghormati, saling mendukung, dan membangun keluarga yang bahagia. Kedua, transgender harus mendapatkan izin dari keluarga dan pasangan mereka, serta masyarakat di sekitarnya. Ketiga, transgenfer harus memenuhi persyaratan hukum pernikahan yang berlaku di negara mereka, termasuk batasan usia, status kewarganegaraan, dan persyaratan administratif lainnya.
Namun, pendapat ini bukanlah pendapat yang diterima secara umum oleh seluruh ulama fiqh. Beberapa ulama fiqh berpendapat bahwa pernikahan transgender bertentangan dengan prinsip dasar syariat Islam. Menurut pandangan ini, identitas gender adalah sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah dan tidak dapat diubah. Oleh karena itu, pernikahan antara transgender dan pasangan yang sesuai dengan identitas gender mereka tidak sah dalam hukum Islam.
Namun, ada juga ulama fiqh yang menyatakan bahwa pernikahan transgender bisa diperbolehkan jika seorang transgender telah melakukan operasi penggantian jenis kelamin. Namun, pandangan ini tetap kontroversial dan tidak diterima oleh seluruh ulama fiqh.
Dalam hal ini, seorang transgender yang ingin menikah harus mencari nasihat dari ulama fiqh yang terpercaya dan berkonsultasi dengan ahli hukum pernikahan. Dalam situasi yang kompleks seperti ini, penting untuk memastikan bahwa semua aspek hukum dan etika telah dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menikah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H