Secangkir kopi pernah kita hirup bersama
Sebatang rokok pernah kita hisap berdua
Bahkan sekeping hati pernah kita sama-sama cintai
Kau pergi di saat kabut pagi belumlah pudar
Tinggalkan semua mimpi yang kita rangkai bersama
Menaklukkan dunia dengan kepal tinju dan bara semangat kita
Namun kau pergi hanya untuk sebuah harapan semu
Sisakan onggokkan catatanmu tentang idealisme sebuah hidup
Satu kalimat terakhir di awal langkahmu pagi itu
"Berhentilah bermimpi tentang dunia yang kita mau,
karena dunia itu hanya ada dalam negeri khayal !"
Waktu itu, dengan tegas ku jawab bahwa
kau hanyalah pengecut yang tak punya nyali untuk merubah semuanya
Namun kini, setelah sekian waktu berlalu,
tak ada lagi bulat kepal tinjuku
tak ada lagi bara semangat di dadaku
semua lebur tergilas realita
bahwa hidup tak bisa semau kita
Sahabat....
mungkin kau telah sadar begitu awal
sadar bahwa mimpi kita hanya sebatas mimpi
hingga kau kubur semua itu begitu dalam di hidupmu
Sahabat.....
Ku tak tahu kini dimana kau berada
namun kuharap kau mampu mengiringi tarian zaman ini
yang katamu bagaikan tari kuda lumping
dimana sang penari tak sadari apa yang ia tarikan
tak sadari apa yang ia makan
tak sadari sakit yang ia rasakan
Sahabat...
mungkin tak lama lagi aku pun akan ikut menari
hilangkan semua kesadaran dan mimpi yang kumiliki
membiarkan irama zaman membawaku kesana kemari
karena kini tak ada lagi mimpi
dan ku tak mau lagi bermimpi......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H