Saya dulu sangat mengidolai para tokoh yang memiliki kesantunan dalam bersikap. Mereka terlihat begitu bersahaja dengan pancaran wajah dan bahasa tubuh yang menjunjung tinggi etika, kesan kehidupan yang agamis, membuat saya respect dan bercita-cita menjadi seperti itu nantinya. Mereka terkesan sangat santun, membumi, dan tulus memperjuangkan nasib rakyat. Suatu pribadi yang benar-benar sangat mengagumkan.
Namun seiring perjalanan waktu, ternyata ekspektasi saya terlalu berlebihan. Satu demi satu tokoh-tokoh yang saya idolai tersangkut masalah mulai dari kasus korupsi, kasus asusila, maupun kasus penggelapan dan kongkalikong proyek-proyek negara. Saya tidak akan menyebut nama tokoh-tokoh tersebut, tapi pastilah kita tahu tokoh-tokoh yang memiliki perilaku santun, tiba-tiba tersandung kasus. Termasuk kasus terakhir yang lagi disorot, kasus penggelapan daging sapi impor oleh politisi agamis, dan politisi muda dari partai demokrat yang menjadi tersangka korupsi proyek Hambalang.
Awalnya saya tidak percaya, saya menengarai mereka pasti dijebak atau direkayasa demi alasan tertentu yang saya tangkap sebagai manuver politis. Karena saya paham, dalam politik tidak ada kawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi. Sehingga, orang-orang santun tersebut sengaja dijegal karena alasan yang kita tidak tahu, suatu konspirasi tingkat tinggi. Tapi setelah adanya bukti-bukti yang mengarahkan bahwa mereka terkait, membuat kepercayaan saya menjadi menurun terhadap mereka. Ternyata kesantunan yang ditunjukkan mereka terhadap masyarakat, tidak menjamin mereka akan tetap bersih belakang.
Padahal, tolok ukur kesuksesan suatu negara, diukur dari seberapa tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pejabat publik dan tokoh-tokoh yang mengkalim sebagai pejuang nasib rakyat. Bagaimana negara ini bisa sukses, maju, jika kepercayaan masyarakat terus menurun, apalagi kasus yang terkuak, sangat sulit dipercayai mengingat citra mereka yang bersih dan santun.
Saya masih berharap besar, bahwa tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat, memiliki kesantunan yang benar-benar santun, santun dari hati, memiliki dedikasi yang benar-benar untuk memperjuangkan nasib rakyat, dan satu yang pasti, takut kepada Tuhan yang selalu mengawasi baik saat terlihat banyak orang maupun saat sendiri.
Apakah jaman sekarang, kesantunan bukan menjadi tolok ukur seseorang memiliki kehidupan yang bersih? jika berkaca pada kasus diatas, maka jawabannya TIDAK. Kita jangan mudah percaya dengan tampilan. Don't judge the book from the cover.
Kita bisa belajar dari negara lain, misalnya Jepang. Masyarakat Jepang merupakan masyarakat modern yang cenderung menyerap westernisasi dalam gaya hidup. Mungkin berdasar standar ketimuran, tingkat kesopanan orang Jepang dibawah orang Indonesia (dalam hal keramahan, berpakaian, dan gaya hidup seks bebas). Namun kita lihat idealisme mereka dalam mempertahankan budaya malu, khususnya diranah kehidupan bernegara, mereka akan sangat malu jika melakukan korupsi, dan hal itu ditebus dengan harakiri (bunuh diri).
Kita tidak mencontoh bunuh dirinya, tapi mencontoh bagaimana prinsip bersih dalam mengemban amanah, mempunyai rasa malu jika berkhianat dalam tugas, analoginya lebih baik kehilangan nyawa daripada malu melakukan tindakan korupsi.
Demikian juga dengan China, selain undang-undang yang ketat dalam pemberantasan korupsi dan dedikasi yang kuat dalam menjalankannya, China juga terkenal dengan politisi dan tokoh publik yang memiliki tanggung jawab yang tinggi dan rela mundur jika gagal menunaikan tugas negara dengan baik, atau ada indikasi pengkhianatan dalam menjalankan tugas. Meski dalam kehidupan sosialnya, Gaya hidup kesopanan orang China juga telah bergeser.
Dan dua negara tersebut memiliki kemajuan yang pesat, berkat dedikasi para petingginya serta mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakatnya. Andai Indonesia bisa belajar dari sana, bahwa kekayaan Indonesia yang bernama sopan santun dan terkenal sebagai masyarakat agamis, ditambah dengan budaya malu, dan dedikasi tinggi membangun negeri, dijalankan dengan sepenuh hati oleh para petinggi negeri ini, bukan hanya dijadikan kedok untuk meraih simpati dan membangun citra, apalagi untuk menutupi kebobrokan moral dan perilaku, bukan tidak mungkin Indonesia akan terentas dari kasus-kasus skandal korupsi yang saat ini sudah mengakar kemana-mana.
Tapi, mungkinkah?