Mohon tunggu...
faizal assegaf
faizal assegaf Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Panggil saja ical—Lahir di Geser Island, besar di Pulau Buru—sejak awal Februari 1990 hingga kini menetap di Jakarta—visi dan sikap politik: “perlunya pendekatan revolusioner untuk membangun Indonesia yang orisinil dan beradab..."__lebih memilih jadi kritikus dari pada bergabung dengan rezim korup__ mampir ya diblog pribadi saya: visibaru.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam, Sadarlah...! (02)

27 Maret 2010   06:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:10 1804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kecintaan dan kekaguman masyarakat muslim di Timur nusantara kepadaWali Songo, melampui keyakinan dan tradisi ziarah kaum NU di Pulau Jawa. Dari kajahuan, mereka takzim dan takluk atas keagungan, keteladanan dan nilai-nila sejarah perjuangan penyiar Islam tersebut.

Sekali saja anda menghina para ulama kharismatik itu, maka akan muncul kemarahan yang dapat membakar api konflik yang serius. Dalam pandangan kaum muslim, penyatuan nusantara tidak lepas dari sumbangan suci Wali Songo dan para penyiar Islam di masa lalu.

Sebagai misal, Ibnu Batutah menyebut pulau terbesar di ujung timur nusantara, “Iriani” yang kemudian dikenal dengan nama Irian atau Papua. Hal yang sama juga para penyiar Islam dari persia memberi nama bagi pulau terujung di Sumatera, Aceh dengan sebutan “Samudera Pasai”. Asal nama Maluku adalah “Al Muluk” yang artinya negeri raja-raja. Makasar, Kalimantan hingga ke Malaysia tidak lepas dari jejak perjalanan masa lalu para penyiar Islam.

Keberadaan nusantara, merupakan sebuah warisan dan karya besar para pejuang Islam. Setiap jengkal dari seluruh pelosok negeri ini adalah sakral dan amanah dari jejak leluhur yang dipersembahkan melalui darah dan air mata. Penghianatan atas nilai-nilai ke-Indonesia-an yang terbangun dalam semangat nusantara adalah menjadi musuh bersama seluruh rakyat.

Jenderal Besar Sudirman dalam sebuah pidatonya menegaskan, perang melawan kolonialis adalah jalan yang suci. “…percayalah, kemenangan ada di pihak kita, karena rakyat Indonesia benar-benar melakukan perang suci membela kebenaran dan keadilan. Kami percaya, anak-anak dan saudara-saudaraku sekalian akan tetap menunaikan sumpah setia terhadap Tuhan dan Ibu Pertiwi, dengan tekad yang bulat satu, lebih baik negara kita menjadi lautan api daripada dijajah kembali…” (Pramoedya Ananta Toer, Kronik Revolusi Indonesia, jilid III, hal: 317).

Sudirman adalah seorang Wali Allah dan pejuang yang tulus. Pesannya mengikat kesadaran dan cita-cita kita sebagai sebuah bangsa. Dan seruan itu kini masih menjadi rujukan yang relevan untuk memerangi watak dan perilaku neokolonialisme. Yakni, watak koruptif, manipulatif dan penghianatan yang acap kali dilakukan oleh para penguasa. Tegasnya, memerangi rezim korup dan penghianat rakyat adalah merupakan perang suci bagi semua pemeluk agama di negeri ini...!

Menyimak makna dari seruan Sudirman, kita akan bertanya: Apakah melawan rezim korup yang menggelapkan uang rakyat senilai 6,7 triliun rupiah dari kasus Century, dapat dianggap sebagai perang suci…? (bersambung)

Salam, Faizal Assegaf Jkt, 27 Maret 2009 artikel sebelumnya:

Islam Rakitan, Sadarlah...! (01)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun