Perkenalkan, namaku Andini Putri Rahadian. Salah satu putri dari pengusaha kaya raya, Andi Rahadian. Mungkin banyak yang tidak percaya, kenapa anak konglong merat jadi melarat seperti aku. Tinggal di desa dan kelaparan. Harus bekerja serabutan untuk makan sehari saja. Baju lusuh, badan kurus, mata cekung dan jarang tersenyum. Tau kenapa? itu karena aku sudah dibuang sejak lahir.
Teman-temanku sejak kecil selalu saja mengolok-olok aku. Mereka bilang aku anak yatim piatu. Tapi aku sama sekali tidak percaya dengan kata-kata mereka. Karena Si Mbok bilang aku masih punya Ayah. Ya, Ayah... yang entah bagaimana rupanya, aku belum pernah berjumpa. Aku hanya pernah melihatnya dari majalah saja. Tapi kata Si Mbok, Ayah pernah menjengukku beberapa kali saat aku masih balita. Waktu itu dia masih sudi menanggung segala keperluanku. Tapi sekarang semenjak dia menikah lagi dia tak pernah mengingatku.
Hidup berdua dengan Si Mbok sudah cukup bagiku. Walau terkadang aku sedih sekali. Mengapa garis takdirku begini. Melihat teman-temanku yang walau kami sama-sama miskin, tapi mereka berbahagia karena berkumpul bersama keluarganya. Ada Ayah, ada Ibu, Kakak dan Adik. Sementara aku... Hah... sudahlah, badanku bisa semakin kurus memikirkan itu. Si Mbok selalu bilang aku masih beruntung, syukuri saja segala nikmat pemberian-Nya. Jangan melihat ke atas untuk sebuah kebahagian. Lihat ke bawah, masih banyak orang-orang yang lebih kurang beruntung dibandingkan denganku. Malah ada anak seumuranku yang sudah hidup sebatang kara. Maka bersyukurlah. Aku selalu ingat pesan Si Mbok padaku.
Aku masih terduduk kaku di depan jasad Si Mbok. Orang yang dengan sabar menjagaku dari aku masih berupa bayi merah kini telah tiada. Lantas kemana lagi aku harus mengadukan nasibku. Siapa yang akan menjagaku? Siapa yang akan menjadi Ayah sekaligus Ibu, Kakak, Adik, Guru dan Sahabatku di rumah reot yang hampir tumbang ini? Duhai Tuhan... apakah ini termasuk cobaan untukku? Air mataku kering. Suaraku habis sudah menangisi Si Mbok semalam suntuk. Namun kini seseorang yang tak aku kenal sebelumnya mengaku sebagai ayahku datang menjemput. Ada hak apa dia atas aku? Aku tak sudi ikut dengannya. Jika tidak ingat pesan si Mbok harus berlaku baik dengan orang yang lebih tua, sudah kuusir dia dari hadapanku.
"Andini, apakah kamu baik-baik saja Nak?"
Apa-apaan ini. Pertanyaan yang lucu, apa dia tidak bisa melihat kondisiku sekarang? Aku membatin.
"Sudahlah, jangan bersedih lagi. Ayah akan membawamu ke Jakarta. Mulai sekarang Andini akan tinggal bersama Ayah, mau kan Nak?" Tanya lelaki yang mengaku sebagai Ayahku itu.
Aku hanya bisa terdiam. Tak bisa berkata apa-apa. Ingin berteriak padanya. Mengapa baru menjemputku setelah 15 tahun...! Drama macam apa ini? Aku tak sabar ingin melihat akhirnya.
"Ayolah Nak... apa Si Mbok tidak pernah mengatakan padamu kalau kamu masih punya Ayah?" ujarnya sambil menatap iba ke arahku.
Aku menatap tajam ke arahnya. Agar ia tahu, apa sebenarnya yang ada dalam hatiku. Bahwa aku sangat membencinya.
"Baiklah... Ayah tahu, Andini masih marahkan sama Ayah?" dia bertanya lagi.
Aku melempar pandanganku ke arah jendela. Ada seorang wanita menunggu di dalam mobil. Apakah dia ibu tiriku itu? Tanyaku dalam hati.
"Andini tidak perlu membawa apa-apa, nanti Ayah belikan segala keperluan Andini. Mari sekarang ikutlah dengan Ayah." Bujuknya sambil menarik tanganku.
***BERSAMBUNG***
___________________________
Ica Alifah 29/7/2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H