Beginilah satu cara belajar melukis bagi siswa MercySmart Homeschooling dan coding smart school. Â
Kamis  pagi  22 September 2016,  MercySmart Homeschooling outing (belajar di luar kelas) ke Museum Galeri Nasional. Museum yang lokasi sangat strategis depan Monas. Museum yang indah ini,  sering MercySmart Homeschooler  lewati kalau sedang  co-working di Jakarta Smart City, Balai Kota Jakarta.  Namun selama ini, belum pernah terpikir untuk masuk dan outing di sana.  Untunglah WA dari Eyang cantik, Noes Maria yang Finalis Putri Remaja Indonesia,  memberi inspirasi MercySmart Homeschooling ikutan workshop melukis.
Tidak tanggung-tanggung, yang memberikan workshop  adalah pelukis senior,yang sering disebut titisan Affandi, Men Sagan.  Men dari Sagan atau lelaki dari desa kecil  Sagan di Jogja memang dikenal pelukis ekspresionis yang karyanya sudah mendunia, termasuk di koleksi orang-orang tenar, seperti lukisan banteng hitam yang dikoleksi Megawati Soekarnoputri.
Men Sagan, yang sudah 70 tahunan itu,  mengaku sudah lama tidak melukis dan ini pertama kali ia memberikan workshop pada ibu-ibu.  Acara Demo dan  workshop melukis ini merupakan bagian dari Pameran Lukisan Nautika Rasa yang digagas Kementerian Kelautan dan Perikanan. Acara yang dibuka langsung Menteri Susi Pujiastuti itu diorganisir oleh Rumah  Lukis Barli dari Bandung.
Menikmati Pelukis Melukis
Awalnya  Men Sagan meminta waktu berganti baju dulu. Tadinya berkemeja hitam dan menggunakan udeng (hiasan kepala orang Bali) berwarna merah.  Sementara Men berganti baju, para asisten sudah mempersiapkan kanvas besar sekitar 2 x 2 meter dan puluhan tube cat minyak, tanpa kuas. Men Sagan memang melukis dengan jarinya dan telapak tangannya saja.
Bu Tio, murid Men Sagan yang menjadi moderator acara mengatakan, kelebihan Men Sagan adalah kebersihannya.  Kanvasnya bersih dan berkali-kali dilapisi cairan minyak sehingga  terlihat bersih. Sedangkan tube-tube cat minyak juga terlihat bersih dan rapi bersusun.
Setelah berganti baju merah darah, Men Sagan mulai beraksi. Berkali-kali ia mengusap kanvas dan membesihkan setiap noda yang sempat menempel di kanvas. Lalu susasana hening, dan mulailah Men Sagan menorehkan jarinya di kanvas.  Sekitar 30 menit pertama, para hadirin belum bisa menerka apa yang akan dilukis, karena  torehan ala ekspresionis, memang tidak mudah tertebak. Setelah itu baru terlihat guratan tipis Men Sagan melukis kapal tradisional Indonesia, di antara lautan biru yang sedang bergejolak.
Butuh sekitar 60 menit sampai Men Sagan menyelesaikan lukisannya, yang membuat saya kagum. Â Lukisan yang terpatri di kanvas besar itu terlihat penuh warna dengan ciri khas guratan yang menyerupai lingkaran, ciri khas Men Sagan.
Workshop Pertama dan Terakhir ?
Setelah melihat hasil karya langsung dari Men Sagan, para hadirin, terutama belasan para peserta workshop bersemangat. Sekarang giliran mereka melukis dan dimentorin Men Sagan langsung, Kesempatan langka, karena  buat Men Sagan, ini adalah workshop pertama dan mungkin terakhir yang ia maju kerjakan.
Namun itu langsung diprotes para peserta, jangan dong Pak Men. Kita masih perlu arahan supaya bisa membuat lukisan yang indah, yang nilainya puluhan juta bahkan ratusan juta, seperti Pak Men. Saat ini lukisan Men Sagan ada di berbagai belahan dunia, termasuk di berbagai hotel berbintang.
Di antara belasan peserta workshop, ada tiga bocah utusan MercySmart Homeschooling. Awalnya tidak berani ikut workshop karena belum pernah sama sekali melukis di kanvas dan cat minyak. Namun kapan lagi bisa belajar melukis sampai menghasilkan karya dipandu Sang Maestro?